Alasan Hakim MA Menolak PK Moeldoko
Bukti baru yang diajukan oleh Moeldoko tidak kuat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Agung dan Juru Bicara Mahkamah Agung RI Suharto menjelaskan pendapat majelis hakim dalam menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terhadap SK Menteri Hukum dan HAM RI terkait kepengurusan Partai Demokrat.
Suharto menjelaskan bahwa bukti baru atau novum yang diajukan oleh Moeldoko tak cukup untuk menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan yang diajukan permohonan PK-nya.
"Bahwa novum yang diajukan para pemohon peninjauan kembali tidak bersifat menentukan sehingga tidak bisa menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan kasasi," kata Suharto pada konferensi pers di Media Center MA RI, Jakarta, Kamis.
Putusan yang diajukan PK-nya oleh Moeldoko adalah Putusan Kasasi Nomor 487 K/TUN/2022 tanggal 29 September 2022 yang amarnya adalah menolak kasasi.
Adapun kasasi tersebut dimintakan atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta Nomor 35/B/2022/PT.TUN.JKT Tanggal 26 April 2022 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
"Putusan PT TUN itu atas putusan PTUN Jakarta Nomor 150 G/2021/PTUN-JKT Tanggal 23 November 2021, gugatan tidak dapat diterima, kewenangan absolut PTUN," ucap Suharto.
Masalah internal Demokrat ...
Suharto membeberkan majelis berpendapat bahwa walaupun objek sengketa merupakan keputusan Tata Usaha Negara (TUN), sengketa "a quo" sejatinya merupakan masalah internal Partai Demokrat.
"Pada hakikatnya sengketa 'a quo' merupakan masalah penilaian keabsahan kepengurusan Partai Demokrat antara Penggugat dan Tergugat II intervensi sehingga merupakan masalah internal Partai Demokrat yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mahkamah Partai Demokrat," jelasnya.
Namun, sambung Suharto, sampai saat gugatan a quo didaftarkan, mekanisme melalui Mahkamah Partai Demokrat belum ditempuh oleh penggugat yang dalam hal ini adalah kubu Moeldoko.
Pendapat majelis tersebut berakhir dengan amar menolak permohonan PK oleh Moeldoko dan menghukum para pemohon PK untuk membayar biaya perkara pada PK sejumlah Rp2.500.000.
Untuk diketahui, para pemohon PK dalam Perkara Nomor 128 PK/TUN/2023 ini adalah Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun.
Sementara yang menjadi termohon PK adalah Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H Laoly sebagai Termohon I, serta Agus Harimurti Yudhoyono dan Teuku Riefky Harsya sebagai Termohon II.
Sementara itu, majelis yang menyidangkan perkara tersebut adalah Yosran selaku Ketua Majelis, Lulik Tri Cahyaningrum selaku Anggota Majelis I, dan Cerah Bangun selaku Anggota Majelis II. "Diputus siang ini, 10 Agustus 2023," kata Suharto.