Erick Thohir Masih Kaji Aturan WFH di BUMN

Erick Thohir akan umumkan kebijakan WFH di BUMN dalam dua pekan ke depan.

Prayogi/Republika
Menteri BUMN Erick Thohir.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pihaknya masih melakukan pengkajian terkait penerapan aturan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) di seluruh jajarannya sebagai upaya mengurangi polusi udara. "Saya lagi review lagi apa kita perlu WFH. Saya masih review. Satu atau dua minggu lagi untuk kebijakannya," ucap Erick Thohir, dikutip Kamis (17/8/2023).

Baca Juga


Ia menyebut, dalam beberapa pekan ke depan pihaknya akan segera mengumumkan terkait kebijakan WFH di BUMN, apakah akan diterapkan kembali atau tidak. Namun, lanjutnya, untuk keputusan besar itu membutuhkan banyak pendapat dari berbagai instansi yang ada di jajaran atau lembaga BUMN.

"Tapi kebijakan-kebijakan ini tidak hanya di Jakarta, tapi di seluruh Indonesia BUMN melakukan green rconomic. Bagaimana kita akan mendorongnya," ujar Erick Thohir.

Ia mengaku, sejauh ini Kementerian BUMN sudah mulai menggalangkan kegiatan ramah lingkungan sebagai upaya mengurangi polusi udara dengan mendorong penggunaan mobil listrik di seluruh BUMN.

"Kami dari Kementerian BUMN sudah ada keputusan Menteri dari satu tahun lalu, semua BUMN harus bermigrasi ke kendaraan listrik. Faktor polusi udara ini kan ada tiga permasalahannya, penggunaan kendaraan, industri, serta power plant (pembangkit listrik). Saya sudah cek PLN, langsung tegur keras," kata Erick Thohir.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan perlu mendorong sistem kerja hibrida untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek, yang dalam sepekan terakhir masuk ke kategori sangat buruk.

"Jika diperlukan, kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office, work from home mungkin. Saya tidak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini, apakah (jam kerja) 7-5, 2-5, atau angka yang lain," katanya di Jakarta, Senin lalu.

Pada Sabtu lalu, kualitas udara di DKI Jakarta berada di angka 156 atau masuk kategori tidak sehat. Menurut Presiden Jokowi, kemarau panjang hingga penggunaan sumber energi dari batu bara menjadi faktor penyebab buruknya kualitas udara di Jabodetabek.

"Kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi serta pembuangan emisi dari transportasi dan juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur," katanya.

Dalam jangka pendek, dia pun memerintahkan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait untuk melakukan intervensi agar kualitas udara di Jabodetabek lebih baik. Intervensi tersebut, tambah Jokowi, seperti rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi khususnya di wilayah Jabodetabek.

Presiden Jokowi juga memerintahkan agar Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperbanyak di daerah Jabodetabek dan menyiapkan anggarannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler