Selamatkan Diri dari Pemerkosaan, Remaja Putri di NTT Dipenjara Akibat Pembunuhan

Proses penanganan hukum perkara ini belum sesuai UU Sistem Peradilan Anak.

www.jeruknipis.com
Ilustrasi pemerkosaan
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG--Seorang remaja putri berinisial MSK (15 tahun) harus merasakan pengapnya jeruji besi sejak 2021 akibat kasus pembunuhan. Ia dinilai terbukti melakukan pembunuhan terhadap NB (48 tahun).

Remaja putri asal Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu membunuh untuk menyelamatkan diri dari upaya pemerkosaan yang dilakukan korban. Namun, Pengadilan Negeri Soe tetap menyatakan MSK bersalah karena melakukan pembunuhan.

MSK telah menjalani masa tahanan sejak 2021. Dalam perjalanan kasusnya, hukuman pidana MSK menjadi 2 tahun melalui putusan Mahkamah Agung (MA) atas Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan PN Soe. Meskipun demikian dalam PK, MSK tetap dinyatakan bersalah dengan dakwaan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Kini, MSK segera menghirup udara bebas akibat tindakan yang diambilnya. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga akan memfasilitasi layanan persiapan pemulangan MSK.

Baca Juga



"Kami menyambut gembira atas bebasnya MSK yang akhirnya bisa kembali bertemu dengan keluarganya," kata Bintang dalam keterangannya pada Jumat (18/8/2023).

Bintang mengupayakan MSK tetap aman dan tidak mendapatkan stigmatisasi atau pelabelan negatif. Menurut Bintang hal itu dapat mengakibatkan trauma berkepanjangan baginya. Untuk itu, MSK akan diboyong ke Rumah Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) milik KemenPPPA pasca bebas dari LPKA.

"MSK akan mendapatkan pendampingan pemulihan dari trauma, pendampingan keterampilan, dan bimbingan rohani yang dibutuhkan sebelum kembali ke tempat tinggal barunya," ujar Bintang.

Bintang berharap pemerintah daerah termasuk kepala desa dapat melakukan sosialisasi dan memberikan informasi sebaik-baiknya kepada warga sekitar agar MSK tidak mendapatkan stigma dan perlakuan negatif dari masyarakat. Bintang berharap MSK bisa hidup normal.

"Hak tumbuh kembangnya harus tetap dipenuhi," ujar Bintang.

Sejak Mei 2022, KemenPPPA membentuk tim, menggandeng lembaga hukum dan ahli psikiatri forensik berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi NTT dan Kabupaten Soe untuk menganalisis kasus tersebut. Tim menemukan sejumlah indikasi yang perlu dikaji lebih dalam untuk menjadi bukti baru (novum) sebagai materi untuk mengajukan permohonan PK.

Selain adanya temuan pembunuhan terjadi sebagai upaya membela diri terpaksa (darurat), juga ditemukan ada proses penanganan hukum perkara ini yang belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Setelah ditemukan bukti-bukti yang cukup, tim kuasa hukum MSK mengajukan permohonan PK ke MA melalui PN Soe pada 2 November 2022. Selanjutnya, pada 6 Juni 2023 Majelis Hakim MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon PK/Terpidana MSK dan membatalkan Putusan PN Soe Nomor 1/Pid.SusAnak/2021/PN Soe tanggal 16 September 2021.

Sementara itu, Kepala Dinas PPPA Provinsi NTT Iien Adriany siap memfasilitasi pendampingan bagi MSK dan juga akan berupaya mencegah respons negatif dari pihak korban.

"Rumah SAPA menjadi tempat rehabilitasi yang tepat untuk MSK sekaligus juga untuk mencegah jika keluarga korban tidak menginginkan kebebasan MSK. Kami akan berkoordinasi agar MSK dapat kembali bersekolah," ujar Iien.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler