Studi IBM: Agar tidak Tergusur Teknologi AI, Karyawan Wajib Ikut Pelatihan

Penerapan AI membuat para pekerja perlu mempelajari keterampilan baru.

UNM
IBM menyebutkan bahwa 40 persen tenaga kerja global harus mempelajari keterampilan baru dalam tiga tahun ke depan./ilustrasi
Rep: Shelbi Asrianti Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak muncul kekhawatiran bahwa berkembangnya kecerdasan buatan (AI) akan menggantikan tenaga kerja manusia. Menurut International Business Machines (IBM), itu tidak akan terjadi seperti yang ditakutkan.

Baca Juga


Dilansir laman TechSpot, Selasa (22/8/2023), IBM melalui studinya menyatakan tenaga kerja manusia akan tetap diperlukan. Hanya, penerapan AI membuat tenaga kerja perlu mempelajari keterampilan baru.

Laporan Institute for Business Value (IBV) di bawah naungan IBM menyebutkan bahwa 40 persen tenaga kerja global harus mempelajari keterampilan baru dalam tiga tahun ke depan. Penyebabnya adalah penerapan AI generatif di sejumlah perusahaan.

Hasil itu didapat setelah studi IBV itu meninjau dua survei yang melibatkan 3.000 eksekutif tingkat C dari 28 negara serta 21.000 pekerja di 21 negara. Terungkap bahwa AI memang memiliki dampak besar pada pasar pekerjaan global, tapi bukan perkara menggantikan sumber daya manusia (SDM).

Penerapan AI disinyalir "hanya" menuntut keterampilan tertentu, sehingga banyak pekerja perlu mendapat pelatihan khusus. Kabar baiknya, 87 persen eksekutif yang disurvei mengatakan AI seperti ChatGPT hanya pendukung peran SDM, bukan untuk menggantikannya.

Para eksekutif percaya bahwa empat dari 10 orang dalam suatu angkatan kerja (setara dengan sekitar 1,4 miliar pekerja) perlu dilatih ulang apabila perusahaan menerapkan AI dan otomatisasi generatif. Dengan pemahaman itu, karyawan di semua tingkatan diperkirakan akan terkena dampaknya.

Namun, pekerja di tingkat pemula yang diprediksi paling terpengaruh. Sebanyak 77 persen responden eksekutif mengatakan posisi pemula sudah melihat efek AI generatif dan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Angka itu hanya 22 persen untuk peran eksekutif atau manajemen senior.

Sebuah studi lain yang diterbitkan Maret 2023 silam menemukan bahwa AI generatif dapat berdampak pada hilangnya 300 juta pekerjaan di seluruh dunia. Akan tetapi, para eksekutif dalam laporan IBM justru percaya sebagian besar posisi malah akan menambah perekrutan baru. Jumlahnya akan bervariasi berdasarkan departemen.

Kalau pun akan ada pengurangan karyawan, pekerjaan terkait pengadaan diyakini paling aman dari eliminasi, diikuti oleh risiko dan kepatuhan, serta departemen keuangan. Posisi yang diduga kurang aman menurut studi adalah layanan pelanggan dan pemasaran.

Penelitian IBM juga mengungkapkan bahwa individu yang punya keterampilan baru dan mampu beradaptasi dengan teknologi terkini lebih mungkin mempertahankan pekerjaannya. Mereka juga diprediksi akan memiliki pertumbuhan pendapatan 36 persen lebih tinggi daripada individu yang tidak mengembangkan keterampilannya.

Temuan menarik lainnya adalah keterampilan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dianggap tetap relevan. Manajemen waktu dan kemampuan membuat prioritas juga menjadi keterampilan yang dinilai krusial. Begitu pula kemampuan untuk bekerja dalam tim dan kemampuan berkomunikasi secara efektif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler