Limbah Nuklir yang Dibuang Jepang ke Samudra Pasifik, Seberapa Bahayanya Bagi Lingkungan?
Pembuangan limbah nuklir ke laut memberi dampak buruk terhadap ekosistem laut.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jepang mulai membuang limbah radioaktif pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima ke Samudra Pasifik pada Kamis (24/8/2023). Meskipun langkah ini diklaim telah sesuai standar keselamatan Internasional dan petunjuk Badan Atom Internasional (IAEA), banyak ahli menilai tindakan itu memberi dampak buruk terhadap ekosistem laut.
Menurut lembaga penelitian ilmiah kelautan Jerman, perairan di lepas pantai Pasifik Jepang akan menjadi wilayah pertama yang terkena dampaknya, terutama perairan di sekitar Prefektur Fukushima. Dengan arus terkuat di dunia di sepanjang pantai Fukushima, bahan radioaktif dapat menyebar ke sebagian besar Samudra Pasifik dalam waktu 57 hari sejak tanggal pembuangan, dan mencapai seluruh samudra di dunia dalam satu dekade.
Profesor hukum Internasional di Dalian Maritime University, Zhan Yanqiang, mengatakan setidaknya ada 60 jenis elemen radioaktif dalam air limbah nuklir Fukushima dan dampaknya terhadap kesehatan manusia yang disebabkan oleh rencana tersebut tak terbatas.
“Langkah Jepang membuang limbah nuklir ke laut sangat tidak bertanggung jawab," kata Yanqiang yang juga direktur Institute for Yellow Sea and Bohai Studies, seperti dilansir CGTN.
Pakar nuklir Greenpeace mengatakan, tingkat isotop radioaktif karbon-14 di dalam air yang tercemar akan tetap berbahaya selama ribuan tahun dan berpotensi menyebabkan kerusakan genetik. Oleh karena itu, pembuangan air yang tercemar nuklir ke lautan akan mempengaruhi berbagai aspek termasuk migrasi ikan secara global, perikanan pelagis, kesehatan manusia dan keamanan ekologi.
Protes juga datang dari Asosiasi Pasar Ikan Suva di negara kepulauan pasifik, Fiji. Presiden Asosiasi, Samu Maraiwai, menegaskan air limbah yang terkontaminasi nuklir yang dibuang ke Samudra Pasifik berisiko besar merusak ekosistem laut. Limbah yang terkontaminasi nuklir juga akan menjadi racun pada tingkat tertentu dan akan memengaruhi ikan, rumput laut, karang, serta sumber mata pencaharian mereka.
“Kami sangat prihatin dengan sikap Pemerintah Fiji yang menyatakan air limbah itu aman. Padahal itu akan menimbulkan risiko kehancuran terhadap ekosistem laut dan sumber mata pencaharian kami,” tegas Mariwai seperti dilansir Global Times, Selasa (29/8/2023).
Limbah nuklir yang dibuang oleh Jepang berasal dari pembangkit nuklir Fukushima yang bocor akibat gempa dan tsunami yang terjadi pada 2011. Tiga reaktor nuklir rusak parah akibat gempa magnitudo 9.0 di lepas pantai Jepang.
Sejak itu, operator Tepco mengumpulkan 1,34 juta ton air yang digunakan untuk mendinginkan sisa-sisa reaktor yang masih sarat radioaktif. Air yang telah disuling inilah yang dibuang ke Samudra Pasifik.