Kemenperin Sebut Kendaraan Bermotor Bukan Penyebab Polusi Udara, Lalu Apa?

Pencemaran udara terbesar berasal dari kendaraan (44 persen), PLTU (34 persen).

Republika/Prayogi
Sejumlah aktivis lingkungan hidup Walhi melakukan aksi di depan Kantor Kedutaan Besar Jepang, Jakarta, Selasa (1/11/2022). Mereka menyampaikan protes terhadap pemerintah Jepang terkait Strategi GX (Green Transformation) yang dinilai solusi palsu terhadap transisi energi, Karena co-firing PLTU dan penggunaan LNG sama saja dengan memperpajang umur penggunaan bahan bakar fosil dan akan mempeparah krisis iklim serta polusi udara. Prayogi/Republika.
Rep: Iit Septyaningsih Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, polusi tinggi di akhir pekan bukan faktor kendaraan bermotor. Itu karena, kualitas udara di wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok (Jabodetabek) pada Sabtu (2/9/2023) hingga pukul 11.00 WIB dilaporkan sebagai yang terburuk, dibandingkan kondisi sepanjang Agustus lalu. 


Situs IQAir menunjukkan indeks kualitas udara wilayah Jakarta sebesar 168 (tidak sehat) dan konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 mencapai 19,3 kali nilai panduan kualitas udara tahunan dari World Health Organization (WHO). Kemenperin menyatakan, Kondisi ini terjadi pada pagi akhir pekan, disaat mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan bermotor jauh berkurang dibandingkan pada hari kerja.

“Kualitas udara di hari Sabtu ini menunjukkan level emisi di udara ambien tetap tinggi pada saat jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi lebih sedikit. Hal ini menandakan perlunya dikaji lebih dalam apakah kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar polusi udara," ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resmi, Ahad (3/9/2023).

Diperkirakan, kata dia, ada faktor lain di luar transportasi yang menyebabkan kualitas udara di akhir pekan cukup buruk.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pencemaran udara terbesar berasal dari kendaraan yakni 44 persen, kemudian 34 persen Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), lalu dari rumah tangga dan sumber lainnya.

Febri mengatakan, untuk mendukung pengendalian emisi gas buang di sektor industri, sesuai arahan Presiden Joko Widodo dalam Ratas dan Rakor yang melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan identifikasi terkait permasalahan ini serta mengambil beberapa langkah. Pertama, membentuk tim inspeksi pengendalian emisi gas buang sektor industri di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Dalam menjalankan tugasnya, tim inspeksi telah melakukan langkah-langkah identifikasi dan perencanaan terkait sistem inspeksi, mulai dari pendataan, monitoring, hingga kunjungan ke lapangan.

“Beberapa kegiatan usaha yang menjadi sorotan telah dipantau, dan satu perusahaan industri yang diduga mencemari lingkungan telah diperiksa secara langsung," ujar dia.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Nasional Kemenperin Eko SA Cahyanto menambahkan, hasil emisi gas buang perusahaan jauh di bawah ambang batas, meski ada permasalahan administratif yang perlu diselesaikan.

Hasil pemantauan yang telah dilakukan oleh tim inspeksi pada Senin (28/8/2023) lalu di perusahaan industri kelompok industri bahan galian nonlogam dan industri baja di wilayah Jabodetabek menunjukkan bahwa perusahaan telah mematuhi semua peraturan perundang-undangan terkait kegiatan mereka yang berdampak pada lingkungan. 

Selain itu, hasil pengukuran menunjukkan  emisi mereka tetap berada di bawah ambang batas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler