Panggil Muhaimin, KPK Diminta tidak Bekerja Atas Pesanan Elite Politik Tertentu
Nasdem heran kasus di Kemenaker kembali muncul di KPK setelah 11 tahun berlalu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pemenangan Pemilu Partai Nasdem, Effendy Choirie atau Gus Choi menanggapi upaya pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar. Ia mengingatkan agar lembaga tersebut independen dalam pemberantasan korupsi.
Sebab, pernyataan KPK soal kasus di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) disampaikan usai Muhaimin dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres). Ia pun mempertanyakan KPK yang tak berbicara terkait kasus itu sebelum momentum deklarasi tersebut.
"Kami ini ikut proses itu semua, dia (KPK) harus menjadi pemegang hukum dalam konteks pemberantasan korupsi dilakukan secara independen, secara profesional. Tidak atas dasar pesanan elite politik tertentu, kelompok tertentu, atau siapalah tertentu lainnya," ujar Gus Choi di Nasdem Tower, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Korupsi di Kemenaker terkait sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) itu diketahui terjadi pada 2012. Saat itu, Muhaimin masih menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009-2014.
"Selama 11 tahun tidak ada kelanjutan proses hukum, tiba tiba begitu Cak Imin dideklarasikan sebagai cawapres, tiba tiba muncul dari KPK. Terus kita yang waras yang sehat wal afiat masa mengikuti begitu saja pikirannya dari KPK, tentu ada pikiran yang berbeda," ujar Gus Choi.
"Ini betul proses hukum atau ini politik? KPK betul menjadi alat penegak hukum dalam konteks pemberantasan korupsi atau menjadi alat politik?" sambungnya bertanya.
Ia pun menaruh curiga, pemanggilan Muhaimin oleh KPK tak murni persoalan hukum. Kendati demikian, ia mengimbau Muhaimin sebagai salah satu elite politik taat terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
"Kita menyarankan Cak Imin sebagai salah satu warga negara Indonesia, elite politik, dipanggil ikuti saja, proaktif. Tapi kami ya memang sepakat bulat, pasangan Anies-Muhaimin apapun yang terjadi, kami semua pendukung akan membela sampai kapan pun," ujar Gus Choi.
KPK sudah menegaskan tidak ada motif politik dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker tahun 2012. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penyidikan kasus tersebut dilakukan dengan persiapan matang.
Ali juga menegaskan KPK sejatinya adalah lembaga penegak hukum yang independen dan bebas dari segala pengaruh, termasuk politik, dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi.
"KPK Lembaga penegak hukum, dalam bidang penindakan tentu politik bukan wilayah kami. Kami tegak lurus pada proses penegakan hukum tindak pidana korupsi, jadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses-proses politik yang sedang berlangsung," ujar Ali.
KPK telah menunda pemeriksaan terhadap Cak Imin yang semula dijadwalkan pada hari ini, Selasa (5/9/2023). Muhaimin pun telah menyurati KPK untuk menunda pemanggilannya.
"Informasi yang kami peroleh dari tim penyidik KPK tadi menyampaikan bahwa telah menerima surat konfirmasi dari saksi ini tidak bisa hadir karena agenda lain di tempat lain," kata Ali Fikri, Selasa (5/9/2023).
Ali mengatakan, Cak Imin meminta agar jadwal pemeriksaannya diundur pada Kamis (7/9/2023). Namun, KPK tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Sebab, tim penyidik memiliki agenda lain, yakni melakukan penggeledahan untuk mengumpulkan bukti yang dibutuhkan dalam kasus ini.
Oleh karena itu, Ali menjelaskan, pihaknya akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Cak Imin pada pekan depan. KPK pun bakal segera mengirimkan surat pemanggilan ulang kepada Cak Imin.
"Jadi bukan di hari Kamis tanggal 7 September sebagaimana permintaan dari saksi, tapi penyidik mengagendakan nanti minggu depan," kata Ali mengungkapkan.
Naiknya status kasus ke tingkat penyidikan diumumkan KPK pada Senin (14/8/2023) sore. KPK hingga saat ini sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker pada 2012.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu tersangka itu adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker, I Nyoman Darmanta. Kemudian, Reyna Usman yang saat kasus ini terjadi menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta pihak swasta bernama Karunia.