Cina Tegaskan Manfaat BRI Bagi Italia
Italia menjadi satu-satunya negara Eropa yang menandatangani kesepakaan tBRI.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi berusaha untuk menjual mengenai manfaat dari Belt and Road Initiative (BRI) kepada Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani. Roma sedang mempertimbangkan untuk memperbarui perjanjian atau tidak proyek-proyek infrastruktur yang dibangun dan didanai oleh Beijing.
Dalam pertemuan pada Senin (4/9/2023), Wang mengatakan kepada Tajani, bahwa perdagangan bilateral telah tumbuh dari 50 miliar dolar AS menjadi hampir 80 miliar dolar AS. Sedangkan ekspor Italia ke Cina meningkat sekitar 30 persen selama lima tahun terakhir.
Meskipun angka-angka tersebut belum terkonfirmasi, pemerintah konservatif Italia meragukan manfaat dari pengaturan tersebut. Tajani pekan lalu mengeluhkan perdagangan antara Cina dan Italia belum membaik seperti yang diharapkan sejak negara itu bergabung dengan inisiatif tersebut pada 2019.
“Kalau kita analisis, itu tidak memberikan hasil yang kita harapkan,” kata Tajani menjelang keberangkatan ke Cina dalam misi diplomatik selama tiga hari dikutip dari Anadolu Agency.
Pada 2019, Italia menjadi satu-satunya negara Eropa yang menandatangani BRI di bawah pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte. Inisiatif ini diperkirakan tidak akan diperpanjang ketika akan ada pembaruan pada akhir tahun.
Kantor berita resmi milik pemerintah Cina Xinhua mengutip Wang yang mengatakan kepada Tajani, bahwa kedua negara harus berpegang pada cara yang benar untuk bergaul satu sama lain. Beijing dan Roma perlu saling menghormati dan percaya dalam menghadapi gangguan geopolitik.
Wang menyatakan, Cina pun siap mendorong pembangunan berkelanjutan hubungan Cina-Italia. “Italia juga merupakan pendukung dialog dengan Beijing di tingkat Uni Eropa, dan dialog yang jujur dan terbuka mengenai prinsip-prinsip dan hak-hak," ujar kantor berita milik pemerintah Italia ANSA mengutip Tajani.
Cina memuji BRI karena berhasil meningkatkan infrastruktur di negara-negara terbelakang. Kritikus mengatakan, BRI membangun proyek-proyek sia-sia di negara-negara yang membutuhkan pengentasan kemiskinan dan layanan dasar. Sementara pemerintah daerah mempunyai utang besar kepada bank-bank Pemerintah Cina berdasarkan kontrak yang dirahasiakan.