Budiman Sudjatmiko: Konsekuensi Saya Pilih Prabowo, Status Kader PDIP Lepas
Budiman menilai Prabowo sebagai sosok intelektual yang dibalut militer.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan aktivis 98 Budiman Sujatmiko tak menampik keputusannya mendukung Prabowo Subianto adalah dipecat sebagai kader PDIP. Ia pun akhirnya tetap memilih Prabowo.
"Saya pada akhirnya memilih Prabowo, dengan konsekuensi melepas status administratif sebagai kader PDIP," katanya di Jakarta, Rabu.
Gagasan itu disampaikan Budiman dalam diskusi publik bertema "kenapa aktivis dukung Prabowo", yang digelar di rumah relawan pemenangan Prabowo Jakarta.
Budiman menjelaskan Prabowo Subianto merupakan sosok intelektual yang dibalut militer. Selain itu, Prabowo merupakan sosok dengan cara baru membaca Pancasila, tidak hanya dibaca dari sila pertama sampai sila kelima.
"Membaca Pancasila itu ada di pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Itu pernyataan strategis, dalam mewujudkan lima sila dalam Pancasila," ujarnya menegaskan.
Menurut Budiman, Indonesia butuh sosok kepemimpinan yang strategis, yang punya visi menyejahterakan rakyat Indonesia. Bukan sosok yang ingin terjun ke dunia politik karena kekuasaan.
Diskusi itu menghadiri-kan beberapa narasumber Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo dan Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, Aktivis 98 yang juga mantan Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko, Aktivis Forkot UIN dan Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta Husni Mubarok Amir, Aktivis Forkot UKI Ketua PBHI 2011-2014 Poltak Agustinus Sinaga.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.