Ketika Rumor Perselingkuhan Menimpa Aisyah
Keluarga bahagia bukan berarti tanpa masalah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga bahagia bukan berarti tanpa masalah, tetapi keluarga yang mampu menangani perkara dengan arif dan bijaksana serta tidak tergesa-gesa.
Dikutip dari Kisah Wanita-Wanita Teladan oleh Abdullah Haidir, dalam perjalanan pulang setelah perang Bani Musthaliq, Rasulullah ﷺ dan pasukannya beristirahat di sebuah tempat. Saat itu Aisyah radhiyallahu’anha yang ikut serta dalam perjalanan tersebut keluar untuk buang hajat.
Ketika akan kembali, kalung yang dia pinjam dari saudaranya ternyata terjatuh. Akhirnya dia kembali ke tempat semula untuk mencarinya.
Pada saat itu, rombongan kaum muslimin berangkat meneruskan perjalanan pulang ke Madinah. Orang-orang yang mengangkat haudaj (tandu tertutup yang diletakkan di atas unta, biasa digunakan sebagai tempat kaum wanita dalam perjalanan pada masa lalu) tidak menyangka bahwa dia tidak ada di dalamnya.
Ini karena yang mengangkatnya banyak sehingga ringannya haudaj itu tidak terasa oleh mereka. Di samping itu, Aisyah masih muda dan tubuhnya kurus.
Maka, ketika Aisyah kembali setelah menemukan kalung tersebut, didapatinya tempat semula telah kosong dan tidak ada seorang pun. Akhirnya dia duduk di bawah sebuah pohon, dengan harapan mereka akan kembali apabila menyadari dia tertinggal. Saat menunggu itulah, dia tertidur.
Pada saat itulah datang seorang sahabat bernama Shafwan bin Muwaththal yang tertinggal dari rombongan kaum muslimin. Dia sangat terkejut ketika didapatinya Aisyah, istri Rasulullah ﷺ seorang diri. Dia langsung berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, istri Rasulullah!?”.
Aisyah terbangun...
Aisyah terbangun. Kemudian, tanpa keduanya berkata sepatah pun, Shafwan menundukkan hewan tunggangannya untuk dikendarai Aisyah. Lalu, dituntunnya hewan yang ditunggangi Aisyah tersebut hingga tiba di Madinah di siang hari.
Kejadian tersebut segera menjadi buah bibir penduduk Madinah dengan berbagai macam komentar. Hal itu dimanfaatkan oleh tokoh munafik dengan menyebarkan berita-berita dusta bahwa Aisyah radhiyallahu anha telah selingkuh. Akhirnya, tersebarlah berita dusta tersebut di seantero Madinah, bahkan ada sejumlah kaum muslimin yang juga termakan oleh fitnah tersebut.
Mengetahui hal tersebut, Rasulullah ﷺ diam tak berbicara. Beliau segera mengumpulkan sahabatnya dan minta pendapat mereka.
Ali Bin Thalib secara kiasan menyarankan agar Rasullah ﷺ menceraikan Aisyah radhiyallahu anha. Sementara, Usamah dan lainnya justru mengusulkan agar Rasulullah tetap mempertahankannya dan jangan terpengaruh fitnah dari musuh.
Adapun Aisyah, dia menderita sakit selama sebulan sejak kepulangannya sehingga tidak mengetahui berita-berita yang telah tersebar di tengah masyarakat. Hanya saja dia tidak merasakan kelembutan Rasulullah ﷺ yang dahulu sering dia rasakan manakala menderita sakit.
Hingga kemudian Ummu Misthah memberitakan hal yang sebenarnya. Seketika itu juga Aisyah mendatangi Rasulullah ﷺ dan mohon izin pulang ke rumah kedua orang tuanya. Aisyah tak kuasa menahan tangisnya. Dua malam dia terus menangis dan matanya tidak bisa terpejam.
Namun, akhirnya badai itupun berlalu karena kemudian, Rasulullah ﷺ mendapatkan wahyu dari Allah Ta'ala yang menyatakan bahwa Aisyah radiallahuanha bebas dari tuduhan tersebut.
اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nur ayat 11)
Betapa gembiranya Rasulullah ﷺ mendapatkan wahyu tersebut, beliaupun segera mengabarkannya kepada Aisyah. Kisah ini dalam sejarah dikenal dengan istilah haditsul-ifki (berita dusta).