Ragam Cara Menyambut Bulan Maulid Rabiul Awal di Indonesia Hingga Kenya
Rabiul Awal adalah bulan istimewa karena ada maulid nabi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Rabiul Awal menjadi bulan yang istimewa karena pada bulan ini Rasulullah SAW dilahirkan. Karenanya memasuki bulan Rabiul Awal umat Islam di Indonesia dan diberbagai belahan dunia menyambutnya penuh suka cita untuk memperingati kelahiran nabi Muhammad SAW yang juga disebut dengan maulid, maulud, maulidan, melvunt dan lainnya yang berbeda-beda pengucapannya di beberapa negara. Hingga karena itulah Rabiul Awal pun kerap disebut bulan maulid.
Umat Muslim di Indonesia menyambut bulan maulid dengan beragam cara dan tradisi. Pesantren-pesantren mislanya memperingati maulid nabi Muhammad SAW dengan membaca berbagai kitab maulid, seperti Al Barzanji, Simthud Durar, Diba, Burdah, adh-Dhiya`ul Lami'. Melantunkan berbagai jenis sholawat nabi. Hal yang sama juga banyak digelar di desa-desa, dan kota. Bahkan Souck Hurgronje yang diungkapkan ulang oleh Pijper menuliskan suasana ketika umat Muslim di Indonesia terutama di Priangan selama periode 1889-1906 ketika memperingati maulid nabi Muhammad. Ia memaparkan ketika maulid semua warga terutama di Tasikmalaya memperingatinya di rumah-rumah di masjid, di gedung desa. Baik pria dan wanita datang ke masjid dan membaca maulid.
"Di sebuah desa di sebelah selatan Tasikmalaya, masjid diurus oleh kiai desa tersebut. Pada suatu pagi diadakan peringatan maulid nabi, yang pertama khusus untuk para wanita, kemudian dilanjutkan oleh kaum pria. Gedung itu dipenuh sesaki oleh kaum wanita, semuanya memakai kerudung atau mahramah, terutama bagi orang-orang Islam yang sudah naik haji. Di serambi depan dan serambi kiri-kanan, kaum pria duduk sambil mendengarkan. Di tempat itu, sepuluh anak perempuan duduk sambil mengelilinginya dan bersama membaca Al Barzanji. Kaum pria kadang ikut membaca sholawat kepada nabi. Selanjutnya Raden Ayu istri Bupati menyampaikan nasihat untuk para wanita. Para wanita kemudian meninggalkan masjid dan kemudian beratus-ratus pria masuk sebab akan dimulai peringatan maulid untuk mereka," (Lihat Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebarannya dan Jaringannya di wilayah Priangan 1800-1945, penerbit Humaniora, halaman 51).
Umat Muslim di Indonesia menyambut maulid dengan ragam kegiatan. Misalnya saja di Cirebon, Jawa Barat tanda tradisi panjang jimat yang menjadi agenda rutin yang dilaksanakan oleh Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, dan Keraton Kacirebonan pada bulan maulid. Puncaknya pada 12 Rabiul Awal, warga Cirebon mengikuti arak-arakan barang-barang pusaka peninggalan sejarah. Mereka lalu berkumpul di masjid dan mendengarkan pembacaan kitab maulid dan doa. Setelah selesai, setiap makanan yang dibawa oleh abdi dalem keraton dibagikan kepada warga untuk disantap bersama.
"Selama prosesi ini berlangsung semua orang membaca puji-pujian selawat kepada baginda nabi Muhammad SAW. Syarat khusus bagi wanita yang menjadi anggota rombongan yang mengikuti prosesi ini adalah tidak sedang datang bulan atau menstruasi," (Suprapto dalam buku Dialektika Islam dan Budaya Nusantara, penerbit Prenada Media, halaman 201).
Acara-acara serupa untuk menyambut dan memeriahkan bulan maulid juga berlangsung di berbagai daerah lainnya. Di Situbondo, Jawa Timur misalnya ada tradisi Ancak Agung untuk menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW. Warga Situbondo mengikuti arak-arakan membawa berbagai hasil bumi hingga ke alun-alun kota. Mereka pun berdoa bersama dan membagikan hasil bumi yang dibawa kepada warga lainnya. Di Solo dan Yogya juga ada Grebeg Maulid. Warga mengikuti arak arakan abdi dalem dan prajurit keraton yang membawa gunungan makanan.
Lalu bagaimana di negara lain? Mengambil contoh dari salah satu kota kecil di Kenya, yakni kota Lamu. Sejak dulu, warga kota ini selalu menyambut meriah datangnya bulan maulid.
Setiap datang bulan maulid, orang-orang di kota Lamu, Kenya akan menyambutnya dengan menggelar acara maulid yang sangat meriah. Pada masa lalu, sekitar 1300an Hijriah, ada seorang dzurriyah Nabi Muhammad SAW bernama Habib Saleh bin Alwi Jamalullail atau dikenal dengan sebutan Habib Swalleh Jamal Lely yang begitu masyhur di Afrika, khususnya Afrika Timur. Habib Saleh menyebarkan Islam di Kenya terutama di kota Lamu dan mengajak umat Muslim di sana untuk mencintai Rasulullah SAW dengan memperingati maulid.
Di kota Lamu terdapat sebuah masjid bernama masjid Riyadh. Saban datang bulan maulid, masjid itu penuh didatangi banyak orang dari berbagai wilayah. Di masjid itulah, Habib Saleh mengajak umat membaca maulid khususnya kitab Maulid Simtud Durar yang disusun oleh Habib Ali Al Habsyi. Rangkaian acara peringatan maulid di kota Lamu berlangsung cukup panjang bahkan hingga seminggu. Dan peringatan maulid di Lamu itu menjadi yang paling banyak dikunjungi orang-orang dibanding kota lainnya.
Dikutip dalam Biografi Habib Ali Al Habsyi Muallif Simtud Durar yang disusun oleh Habib Husein Anis Al Habsyi yang diterbitkan Pustaka Zawiyah, menjelang peringatan maulid di Lamu pada bulan Rabiul Awwal, orang-orang mulai berdatangan dari Malawi, Afrika Selatan, Mozambique, Pulau Komoro, Uganda, Somalia, Tanzania dan lainnya. Kunjungan ribuan orang itu meningkatkan pendapatan pemerintah daerah dan membuat ekonomi di Lamu mengalami perkembangan.
Masjid Riyadh menjadi penuh dengan cahaya pelita. Dalam masjid itu digantungkan seribu pelita dan dihadiri banyak orang. Selama berlangsung peringatan maulid, di halaman masjid Riyadh diadakan berbagai kegiatan dan hiburan seperti lagi dan tarian. Selain itu dalam rangkaian peringatan maulid orang-orang juga menyelenggarakan berbagai perlombaan seperti berenang, balap perahu, lomba memakai inai, tarik tambang, balap keledai dan lainnya yang menunjukkan peringatan ini bersifat spiritual dan kultural.
Seorang peneliti dari Fakultas Antropologi Universitas Florida, Profesor Rebecca Gearthart menulis tentang pengalamannya menyaksikan kemeriahan peringatan maulid nabi di Lamu. Dalam artikel yang ditulisnya berjudul 'Empat Hari di Lamu: Menghadiri Peringatan Maulid', Prof Rebecca menulis bahwa masyarakat yang tinggal di pulau Lamu, Kenya telah menunggu-nunggu sepanjang tahun akan datangnya maulid, yaitu peringatan kelahiran nabi Muhammad SAW. Ribuan orang dari Afrika Timur dan mancanegara membanjiri kota kecil Lamu untuk menghadiri peringatan maulid selama empat hari pada bulan Rabiul Awwal.
Selama peringatan maulid di Lamu, halaman Masjid Riyadh menjadi arena untuk memainkan musik dan tarian tradisional tiap sore dan malam. Yang pokok adalah Tarian Uta, yang dilakukan oleh keturunan dari murid pertama Habib Saleh di depan rumah beliau. Menyaksikan para wagema - sebutan bagi orang-orang yang bekerja diperkebunan kelapa- menarikan tarian Uta merupakan kegemaran Habib Saleh.
Masing-masing masjid di kota Lamu menerapkan satu hari di bulan Rabiul Awwal untuk memperingati maulid. Ada beberapa kitab maulid yang dibaca pada bulan itu, namun kitab maulid yang ditulis oleh Habib Ali Al Habsyi yakni Maulid Simtud Durar menjadi yang paling disukai di Lamu.