Bapanas Sebut Impor Beras Terukur tak Jatuhkan Harga di Petani

Realisasi penugasan impor beras untuk tahun 2023 sudah mencapai 1,55 juta ton.

ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Warga penerima bantuan membawa sekarung beras saat penyaluran bantuan pangan cadangan beras di Desa Tugusumberjo, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (11/9/2023). Pemerintah daerah bersama Bulog dan Kantor Pos menyalurkan bantuan pangan tahap dua ini kepada 114.000 penerima bantuan pangan di Kabupaten Jombang dengan total beras sebanyak 1.140.000 ton per bulannya dengan alokasi 10 kilogram per keluarga.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyebut impor beras yang terukur tidak berdampak pada jatuhnya harga beras/gabah kering panen di tingkat petani.

“Importasi terukur tidak menjatuhkan harga petani, hari ini itu terjadi. Bahkan, dalam kunjungan delegasi dari Thailand ke Pasar Induk Beras Cipinang tidak menemukan beras dari Thailand karena dikunci rapat di gudang Bulog hanya untuk intervensi yang diperlukan,” kata Kepala Bapanas saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/9/2023).

Berdasarkan data Bulog per 11 September 2023, realisasi penugasan impor beras sebanyak 2 juta ton untuk tahun 2023 sudah mencapai 1,55 juta ton dengan sisa penugasan sebanyak 453 ribu ton sedang dalam perjalanan.

Sedangkan untuk pengadaan beras dari dalam negeri sudah mencapai 819.575 ton. Arief menuturkan bahwa Bulog tidak bisa menyerap lebih banyak beras hasil produksi dalam negeri karena terjadi penurunan hasil panen pada semester 2 2023 yang menyebabkan lonjakan pada harga gabah kering panen (GKP).

Berdasarkan pantauan Bapanas, harga GKP di Jawa Timur dan Jawa Tengah sudah mencapai Rp 7.600-Rp 8.000 dan harga beras medium sudah di atas Rp 14 ribu.

“Bukan berarti Bulog tidak menyerap tapi dalam kondisi semester dua seperti hari ini, kalau Bulog masuk itu agak sulit karena akan meningkatkan terus harga ditingkat petani,” ujarnya.

Naiknya harga beras medium akibat keterbatasan GKP, kata Arief, juga berdampak pada penggilingan padi kecil maupun besar. Menurut dia, penggilingan kecil sudah mulai berhenti beroperasi dan penggilingan padi besar seperti Wilmar terancam hanya bisa melakukan penggilingan untuk seminggu ke depan.

“Saya sempatkan ke salah satu pabrik swasta yang sangat besar, di sana GKP kosong ketua. Saya pastikan sendiri bahwa informasinya demikian adanya. Jadi, bahkan mereka seminggu ke depan sudah tidak bisa giling karena GKP sangat terbatas,” kata Arief.

Kendati demikian, Arief menuturkan bahwa pemerintah senantiasa berupaya menjaga stabilisasi harga dan stok beras dengan menggelontorkan beras operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di pasar-pasar tradisional dan retail modern.

Terbaru, Bapanas bersama Bulog baru saja meluncurkan beras SPHP kemasan 50 kg di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada hari ini. Nantinya pedagang di pasar induk akan menjual beras kepada para pengecer dengan harga tertinggi adalah Rp 10.900 per kg.

“Kami sudah mulai melakukan operasi pasar di PIBC. Ada satgas pangan, sehingga pak Dirut Bulog setiap mengeluarkan 1 butir pun harus mengetahui siapa downline-nya dan ini sudah komitmen kita bersama downline-nya, tokonya mana,” katanya.

Adapun pada RDP tersebut, anggota Komisi IV menyetujui pagu anggaran Bapanas Tahun Anggaran 2024 yang semula sebesar Rp 441,6 miliar mengalami penambahan anggaran sebanyak Rp 1,01 miliar sehingga pagu anggaran Bapanas menjadi Rp 442,6 miliar,


sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler