Putin: Rusia-Korut Berpeluang Kerja Sama Militer

Putin melihat peluang bersama Korut ditengah sanksi Barat

AP Photo/Mikhail Metzel
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Rusia dan Korut memiliki peluang untuk mengembangkan kerja sama militer meskipun ada sanksi dari Barat
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Rabu (13/9/2023), Rusia dan Korea Utara (Korut) memiliki peluang mengembangkan kerja sama militer, meskipun ada sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pernyataan ini mengonfirmasi ketakutan Amerika Serikat (AS) dan sekutu atas kunjungan pemimpin Korut Kim Jong-un ke Rusia.

Berbicara kepada saluran televisi milik pemerintah Rusia Rossiya-1, Putin mengatakan, negaranya mematuhi sanksi PBB mengenai kerja sama teknis militer dengan Rusia. Namun, dia menilai, ada peluang dalam aturan tersebut.

"Ada batasan-batasan tertentu. Rusia mematuhi semua pembatasan ini. Namun ada hal-hal yang bisa kita bicarakan. Dan di sini juga ada prospeknya. Berdasarkan aturan saat ini, kita juga punya peluang, yang kita lihat dan diskusikan," ujar Putin dikutip dari Anadolu Agency.

Putin mengomentari hasil pembicaraannya dengan pemimpin Korea yang tiba di Rusia dalam kunjungan dua hari dengan menggunakan kereta lapis baja khusus. Dia mengatakan, pertemuannya dengan Kim adalah pertemuan yang produktif dan menggambarkannya sebagai pertukaran pandangan yang jujur mengenai situasi di kawasan dan hubungan bilateral.

Presiden Rusia mengatakan, Kim juga akan mengadakan pertemuan mengenai masalah militer. Dia bersiap mengunjungi Far Eastern Federal University, serta Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia di kota Vladivostok.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dalam pernyataan terpisah mengatakan, Rusia belum menjatuhkan sanksi apa pun terhadap Korea Utara. Dia tidak memperhatikan laporan yang mengklaim Pyongyang memasok senjata dan peralatan militer ke Moskow.

Lavrov menegaskan, Barat dengan mengirimkan senjata Uni Soviet dan Rusia ke Ukraina justru melanggar kewajiban kontrak. Perjanjian itu mewajibkan persetujuan penjual sebelum melakukan transaksi apa pun.

Washington dan sekutu-sekutunya telah menyatakan keprihatinannya atas tanda-tanda kerja sama militer yang lebih erat antara dua negara yang mempunyai senjata nuklir. Pyongyang dan Moskow membantah, bahwa Pyongyang dapat memasok senjata ke Moskow yang telah menghabiskan banyak persediaan senjata dalam lebih dari 18 bulan perang.

Baca Juga


 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler