Ditolak DPR, KPU Batal Terapkan Metode Penghitungan Suara Dua Panel

Metode penghitungan Pemilu 2024 dilakukan KPPS secara bersama di setiap pemilihan.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung usai rapat timus dan timsin tertutup tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/6).
Rep: Febryan A Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) batal menerapkan metode penghitungan suara dua panel di TPS Pemilu 2024. Sebab, Komisi II DPR tidak setuju metode tersebut dipakai dalam pemilu kali ini.

Penolakan tersebut disampaikan dalam rapat konsultasi KPU dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (20/9/2023) malam. Dalam rapat itu, KPU mengkonsultasikan rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum, yang salah satu muatannya adalah penerapan metode dua panel.

Dalam beleid tersebut, dijekaskan bahwa Panel A untuk menghitung suara hasil pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota DPD. Adapun Panel B untuk menghitung suara hasil pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, penghitungan suara dua panel itu sebenarnya merupakan sebuah inovasi yang bagus karena bertujuan memermudah pekerjaan petugas sehingga tidak terlalu kelelahan. Namun, metode tersebut tidak bisa diterapkan secara tiba-tiba karena penggunaan metode ini berkaitan dengan banyak hal.

"Tidak bisa (metode dua panel) ini dibuat secara tiba-tiba. Hari pemungutan suara lima bulan lagi, kalau diputuskan sekarang akan berkonsekuensi terhadap yang lain," kata Doli kepada wartawan seusai rapat.

Selain mendadak, lanjut Doli, penerapan metode tersebut secara teknis tidak mudah. Sebab, dua panel secara bersamaan di satu TPS berpotensi menimbulkan bauran bunyi penghitungan suara sehingga bisa mengakibatkan kesalahan pencatatan perolehan suara.

Penerapan metode dua panel, kata Doli, juga terhalang dengan keterbatasan jumlah pengawas TPS. Bawaslu selama ini hanya menempatkan satu pengawas di setiap TPS. Kerumitan akan terjadi apabila satu pengawas harus mengawali dua panel sekaligus pada waktu bersamaan.

"Jadi syaratnya kalau diterapkan (metode dua panel) mungkin harus ada penambahan pengawas satu lagi di TPS. Kalau ditambah, kan harus rekrutmen baru lagi, anggarannya nambah lagi," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

Dengan ditolaknya rencana penerapan metode dua panel, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa metode penghitungan suara Pemilu 2024 akan sama dengan pemilu sebelumnya. Yakni semua petugas KPPS (tujuh orang) secara bersama-sama menghitung suara untuk setiap pemilihan.

Hasyim menjelaskan, rencana penerapan metode dua panel itu sebenarnya bertujuan untuk mengurangi beban kerja petugas KPPS sekaligus mempercepat proses penghitungan suara. Meski penerapan metode dua panel ditolak, Hasyim menyebut KPU sudah membuat sejumlah inovasi lain untuk mengurangi beban dan risiko penyelenggara di tingkat TPS.

Inovasi baru itu antara lain menerapkan seleksi kesehatan ketat bagi calon petugas KPPS, mempermudah penyalinan formulir penghitungan suara dengan cara fotokopi, penyederhanaan formulir, dan membatasi jumlah pemilih maksimal 300 orang per TPS.

Menurut Doli, sejumlah inovasi baru tersebut sudah cukup untuk mencegah terulangnya tragedi 897 KPPS meninggal pada Pemilu 2019 akibat kelelahan dan buruknya kondisi kesehatan.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler