Peneliti di Jepang Pakai AI untuk Terjemahkan Suara dan Emosi Ayam
Sistem AI yang dikembangkan peneliti diklaim mampu memahami emosi pada ayam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti di Jepang mengatakan, mereka telah mengembangkan sistem kecerdasan buatan (AI) yang dapat memahami keadaan emosi ayam. Penelitian yang dipimpin oleh profesor Universitas Tokyo Adrian David Cheok ini belum ditinjau oleh rekan sejawat.
Sistem AI ini didasarkan pada teknik yang disebut para peneliti sebagai Deep Emotional Analysis Learning yang dapat beradaptasi dengan perubahan pola vokal. Studi tersebut menemukan bahwa sistem tersebut mampu menerjemahkan berbagai keadaan emosi pada ayam, termasuk kelaparan, ketakutan, kemarahan, kepuasan, kegembiraan, dan kesusahan.
“Metodologi kami menggunakan teknik AI mutakhir yang kami sebut Deep Emotional Analysis Learning (DEAL), sebuah pendekatan yang sangat matematis dan inovatif yang memungkinkan pemahaman berbeda tentang keadaan emosional melalui data pendengaran,” kata studi tersebut, dilansir Business Insider, Kamis (21/9/2023).
“Jika kita tahu apa yang dirasakan hewan, kita bisa merancang dunia yang lebih baik untuk mereka,” kata Cheok kepada New York Post. Cheok tidak segera menanggapi permintaan komentar Insider, yang dibuat di luar jam kerja normal.
Para peneliti menguji sistem tersebut pada 80 ekor ayam untuk penelitian tersebut dan berkolaborasi dengan tim psikolog hewan dan dokter hewan. Penelitian tersebut menemukan bahwa sistem tersebut mampu mencapai akurasi yang sangat tinggi dalam mengidentifikasi keadaan emosi burung.
“Probabilitas rata-rata deteksi yang tinggi untuk setiap emosi menunjukkan bahwa model kami telah belajar menangkap pola dan fitur yang bermakna dari suara ayam,” katanya.
Para peneliti mengakui potensi keterbatasan, termasuk variasi ras dan kompleksitas beberapa komunikasi, seperti bahasa tubuh. Para ilmuwan dan peneliti juga menggunakan alat AI untuk upaya konservasi. Dalam satu kasus, alat AI telah diterapkan untuk membantu mengidentifikasi jalur guna lebih memahami populasi hewan. Pada 2022, para peneliti yang dipimpin oleh Universitas Kopenhagen, ETH Zurich, dan Institut Penelitian Nasional Pertanian, Pangan, dan Lingkungan Prancis mengatakan mereka telah menciptakan sebuah algoritma untuk membantu memahami emosi babi.