Dituding Rugikan UMKM, Ini 8 Fakta dan Mitos TikTok

TikTok dituding melakukan praktik predatory pricing yang merugikan UMKM lokal.

AP Photo/Matt Slocum
Meskipun marak dengan berbagai tudingan, popularitas TikTok tetap bertahan dan bahkan meningkat banyak negara di dunia.
Rep: Novita Intan Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sejak pertama kali TikTok dirilis di Indonesia pada September 2017, platform media sosial ini sudah digandrungi oleh berbagai kalangan, baik itu remaja, dewasa, bahkan orang tua. TikTok adalah salah satu platform media sosial yang mengalami pertumbuhan sangat cepat, karena menawarkan fitur-fitur yang memungkinkan setiap penggunanya dapat membuat video singkat dengan musik, filter dan beberapa animasi lainnya.

Baca Juga


Seperti dilansir dari laman resmi TikTok Indonesia, Senin (25/9/2023) saat ini TikTok juga digunakan oleh banyak orang yang tujuan pendidikan, khususnya bidang bahasa dan seni. Data menyebutkan jika Tiktok memiliki tingkat keterlibatan yang jauh lebih tinggi daripada Instagram, Snapchat, atau Facebook. Pada Januari 2020, sekitar 34 persen pengguna aktif memposting rata-rata satu TikTok per hari.

Di Indonesia ternyata tersebar masif misinformasi dan disinformasi seputar TikTok, sehingga perusahaan tersebut merasa perlu membuat laman khusus untuk mengklarifikasi dan meluruskan berbagai pemahaman yang tidak akurat. Berikut fakta-fakta dan mitos seputar TikTok yang harus diketahui.

 

Mitos: Project S ada di Indonesia.

Fakta: Project S tidak pernah ada di Indonesia dan tidak punya rencana untuk memiliki Project S di Indonesia. Perusahaan tidak memiliki bisnis lintas-batas dan 100 persen penjual TikTok Shop memiliki entitas bisnis lokal yang terdaftar dengan nomor induk berusaha atau adalah pengusaha mikro lokal dengan verifikasi KTP/paspor.

 

Mitos: AS, India, dan Inggris melarang TikTok menjalankan platform media sosial dan e-commerce di dalam satu platform.

Fakta: TikTok Shop diluncurkan di Amerika Serikat pada 12 September 2023 dan dioperasikan di dalam satu platform dengan TikTok. Di India, TikTok sudah tidak beroperasi di negara tersebut sejak 2020 dan TikTok Shop tidak pernah diluncurkan di India. Di Inggris, TikTok Shop dan TikTok dijalankan di dalam satu platform.

 

Mitos: Di Cina, TikTok memisahkan platform media sosial dan e-commerce.

Fakta: TikTok tidak beroperasi di Cina.

 

Mitos: TikTok Shop memiliki sistem logistik dan pembayaran di Indonesia, sehingga melakukan praktik monopoli bisnis.

Fakta: Saat ini, TikTok tidak memiliki sistem pembayaran dan logistiknya di Indonesia. Pada logistik, perusahaan bermitra dengan layanan penyedia jasa logistik seperti J&T, NinjaVan, JNE, dan SiCepat untuk mendukung operasional. Kemudian sistem pembayaran, kami menerima segala jenis metode pembayaran, termasuk kartu debit/kredit, dompet digital, transfer bank, dan metode pembayaran tunai.

 

Mitos: TikTok tidak memiliki izin operasional e-commerce di Indonesia.

Fakta: Perusahaan telah memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan, sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.

 

Mitos: Algoritma TikTok dapat berpihak pada produk-produk dari negara-negara tertentu.

Fakta: TikTok tidak mengumpulkan atau menyimpan data asal produk, sehingga kami tidak memiliki kemampuan untuk satu keberpihakan atau memberikan batasan pada produk-produk yang berasal dari lokasi atau negara tertentu.

 

Mitos: TikTok melakukan praktik predatory pricing yang merugikan UMKM lokal.

Fakta: Sebagai platform, TikTok tidak dapat menentukan harga produk. Penjual dapat menjual produknya dengan tingkat harga yang mereka tentukan sesuai dengan strategi bisnis mereka masing-masing. Produk yang sama yang dapat ditemukan TikTok Shop dan platform e-commerce lain memiliki tingkat harga yang serupa.

 

Mitos: TikTok memproduksi produknya sendiri dan kemudian mempromosikannya di Indonesia.

Fakta: TikTok tidak memproduksi produknya sendiri di dalam platformnya. Kami tidak berniat untuk menjadi peritel atau wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual di Indonesia.

 

Meskipun marak dengan berbagai tudingan, popularitas TikTok tetap bertahan dan bahkan meningkat banyak negara di dunia. Dari jumlah pengguna aktifnya yang sangat besar hingga pengaruhnya pada budaya populer, TikTok menjadi salah satu aplikasi media sosial yang paling digemari di dunia. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler