5 Cara Menjaga Mulut dari Dosa dan Maksiat Lisan
Setiap orang harus melatih dan membiasakan dirinya menjaga lisan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang hamba bisa terjerumus ke neraka karena lisannya. Yakni bila lisannya itu senang digunakan untuk menzalimi orang lain seperti mencaci, memakai, memfitnah, menyebarkan hoaks, mencela dan lainnya.
Oleh karenanya hendaknya seorang Muslim benar-benar menjaga lisannya agar selamat dunia dan selamat akhirat. Berikut beberapa hadits tentang pentingnya menjaga lisan :
1)Tidak mencelakai orang lain dengan lisannya
Ini adalah hakikat yang utama menjadi seorang Muslim,
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي السَّفَرِ وَإِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا دَاوُدُ هُوَ ابْنُ أَبِي هِنْدٍ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ دَاوُدَ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abi Iyas, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah,dari Abdullah bin Abi as Safar dan Isma'il bin Abi Khalid, dari asy Sya'bi dari Abdullah bin 'Amr, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, "Hakikat seorang muslim adalah yang tidak mencelakai orang-orang muslim lainnya dengan lisan dan tangannya, dan hakikat orang yang berhijrah adalah yang mampu meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah " Abu Abdillah berkata: Dan Abu Mu'awiyyah berkata: Telah menceritakan kepada kami Daud bin Abi Hind, dari 'Amir berkata: Aku mendengar Abdullah bin 'Amr, dari Nabi ﷺ. Dan berkata Abdul A'laa, dari Daud, dari 'Amir, dari Abdullah, dari Nabi SAW (HR. Bukhari nomor hadits 10 dalam Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari)
Dalam redaksi hadits lainnya:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِه
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Yahya bin Sa'id Al Qurasyi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami bapakku, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Abdillah bin Abi Burdah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa radhiallahu'anhu, ia berkata: "Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama?" Rasulullah ﷺ menjawab: "Siapapun kaum muslimin yang selamat dari bahaya lisan dan tangannya". (HR. Bukhari nomor hadits 11 dalam Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari).
Lihat halaman berikutnya >>>
2)Muslim yang baik akan menjaga lisannya
Berhati-hati dalam bertutur kata memberikan rasa aman kepada sesamanya,
و حَدَّثَنَا أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ الْمِصْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يَقُولُا إِنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِه
Telah menceritakan kepada kami Abu ath-Thahir Ahmad bin Amru bin Abdullah bin Amru bin Sarh al-Mishri, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab dari Amru bin al-Harits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu al-Khair bahwa dia mendengar Abdullah bin Amru bin al-Ash keduanya berkata, "Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah ﷺ, "Muslim yang bagaimana yang paling baik?" Beliau menjawab, "Yaitu seorang muslim yang orang lain merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya. (HR. Muslim nomor hadits 40 dalam Syarah Sahih Muslim).
3)Bahaya lisan
Ini terjadi ketika lisan digunakan untuk mencela orang lain. Hal ini sulit untuk mendapatkan pengampunan kecuali dengan meminta maaf pada orang yang dicela atau digunjingnya.
يَا عَلِيُّ، لَا تُعَيِّرْ أَحَدًا بِمَا فِيْهِ فَمَا مِنْ لَحْمٍ إِلَّا وَفِيْهِ عَظْمٌ وَلَا كَفَّارَةَ لِلْغِيْبَةِ حَتَّى يَسْتَحِلَّهُ أَوْ يَسْتَغْفِرَ لَهُ
Wahai Ali, jangan lah engkau mencela seseorang karena sesuatu di dalam dirinya (semisal kecacatan, atau pun kekurangan lainnya) karena tidak ada daging melainkan ada tulangnya. Dan tidak ada cara menebus dosa menggunjing sampai ia meminta maaf kepada orang yang digunjingkannya atau memintakan ampunan (membacakan istigfar) ia bagi orang yang digunjingnya. (Lihat kitab Wasiyatul Mustofa)
Maksudnya seorang hamba tidak boleh mencela orang lain karena keterbatasan atau kekurangan yang dimilikinya apa pun itu. Sebab setiap manusia pasti terdapat kekurangannya masing-masing. Seperti halnya daging, meski pun daging empuk namun dibalik itu terdapat tulang yang keras dan beragam bentuknya. Sebab itu ketika seseorang telah mencela orang lain karena keterbatasannya, maka hendaknya segera meminta maaf dan mengakui kesalahannya.
Lihat halaman berikutnya >>>
4)Mengendalikan lisan agar jangan mengeluarkan perkataan kotor
يَا عَلِيُّ، مَا خَلَقَ اللهُ فِي الْإِنْسَانِ أَفْضَلَ مِنَ اللِّسَانِ، بِهِ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَيَدْخُلُ النَّارَ فَاسْجُنْهُ فَإِنَّهُ كَلْبٌ
Wahai Ali, Allah tidak menciptakan di dalam diri manusia itu yang lebih utama daripada lisan. Dengan lisan seseorang baka masuk ke surga, dan karena lisan juga seseorang bisa masuk ke neraka. Maka ikatlah lisan, karena lisan itu ibarat anjing galak. (Lihat Wasiyatul Mustofa)
Maksud mengikat lisan adalah mengikatnya agar lisan tidak asal bicara, tidak mengeluarkan perkataan kotor, buruk. Agar lisan tidak mencaci, memfitnah, atau pun berbohong yang kesemuanya itu dapat menimbulkan kemudharatan bagi dirinya dan orang lain.
5)Lisan yang digunakan melaknat orang lain
Ini akan kembali pada dirinya sendiri. Hati-hati melakukan hal tersebut.
يَا عَلِيُّ، لَا تَلْعَنْ مُسْلِمًا وَلَا دَابَّةً فَتَرْجِعَ اللَّعْنَةُ عَلَيْكَ
Wahai Ali, janganlah engkau melaknat seorang muslim, dan juga hewan, karena itu akan kembali pada dirimu sendiri. (Lihat Wasiyatul Mustofa)
Ini menjadi pengingat bagi kita agar jangan sampai melaknat sesama Muslim baik menggunakan lisan secara langsung maupun melalui tulisan di media sosial atau lainnya. Kendati pun terdapat perbedaan pandangan, atau ada kekeliruan yang dilakukan seorang Muslim akan lebih baik untuk mendoakannya agar mendapatkan hidayah, kemudian menasihatinya. Perbuatan demikian lebih baik dibanding dengan melaknat sesama Muslim yang hanya menunjukan dangkalnya ilmu dan akhlak.