Massa Hindu di India Gantung Pria Muslim Gara-Gara Pisang
Mohammad Ishaq dipulangkan dengan tubuh penuh luka dan jari-jari patah.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Duduk di luar rumahnya di sebuah gang sempit di ibu kota India, New Delhi, Mohammad Wajid (60 tahun) menceritakan pembunuhan putranya yang berusia 22 tahun kepada seorang jurnalis TV. Wajid mengenang kembali bagaimana anaknya Mohammad Ishaq dipulangkan dengan tubuh penuh luka dan jari-jari patah.
“Aku telah kehilangan segalanya," kata ayah Ishaq, Wajid, dilansir dari Aljazirah dengan air mata berlinang dan suaranya pecah, Kamis (28/9/2023).
Sekitar pukul 05.00 waktu setempat pada Selasa, massa mengikat Ishaq ke tiang besi dengan ikat pinggang kulit dan memukulinya tanpa ampun. Ishaq dituduh telah mencuri 'prasad' atau persembahan ritualistik di acara doa yang diselenggarakan oleh umat Hindu daerah tersebut dalam festival Ganesh Chaturthi. Acara ini diadakan tiga jalur dari rumah Ishaq di daerah Sunder Nagri di ibu kota India.
“Anak laki-laki saya dibunuh karena dia makan prasad. Mereka yang membunuh anak saya merasa tersinggung bahwa seorang Muslim menyentuh prasad mereka," kata Wajid.
Wajid, yang menjual sayuran dalam gerobak dorong, mengatakan pelanggan Hindunya sering menawarkan prasad kepadanya dan dia menerimanya tanpa berpikir dua kali. “Prasad adalah hadiah dari Bhagwan atau Tuhan. Saya tidak menolaknya,” katanya.
Dibunuh karena mengambil pisang...
Dibunuh karena Mengambil Pisang
Saudara perempuan Ishaq, Uzma, memberi tahu Aljazirah saudara laki-lakinya digantung karena mengambil pisang. Massa kemudian meninggalkannya terikat pada tiang setelah serangan brutal.
“Kukunya patah, beberapa dicabut dan jari-jarinya terpotong. Dia dipukuli secara brutal karena dia seorang Muslim. Dia tidak dapat berbicara dan kondisinya kritis," katanya.
Uzma mengatakan Ishaq ditemukan terbaring di jalan oleh seorang anak laki-laki tetangga mereka yang menjemputnya dan membawanya pulang. Tak lama setelah itu, Ishaq meninggal dunia di rumahnya di daerah Sundar Nagri, New Delhi
Keluarga Ishaq mengatakan mereka tidak membawanya ke rumah sakit. Polisi mengatakan mereka diberitahu tentang insiden itu setelah dia meninggal.
Saat video penyerangan itu menjadi viral di media sosial, orang-orang menuntut tindakan oleh polisi. Polisi lantas mendaftarkan kasus pembunuhan itu dan menangkap enam orang.
"Penyelidikan awal menemukan sekelompok pria menghentikannya karena dicurigai dia adalah pencuri dan kemudian mereka mengikat dan memukulinya,” kata pejabat polisi setempat Joy N Tirkey.
Menurut tetangga, Ishaq mengalami gangguan mental. "Dia adalah anak laki-laki sederhana yang tidak membahayakan siapa pun," kata pengemudi becak Mohammad Saleem, yang tinggal di lingkungan yang sama kepada Aljazirah.
Ishaq sosok yang suka membantu...
Dia bilang Ishaq akan membantu semua orang di lingkungannya membawa barang bawaan mereka. “Dia adalah anak yang baik. Dia tidak pernah bilang tidak. Kami akan membayarnya 20 atau 50 rupee untuk pekerjaan itu,” katanya.
Wajid menginginkan keadilan atas pembunuhan putra satu-satunya. "Sejauh ini kami puas dengan tindakan polisi tetapi kami ingin orang-orang yang membunuh putra saya menerima nasib yang sama," katanya.
Serangan dan hukuman mati tanpa pengadilan, terutama terhadap Muslim, meningkat di India sejak Partai Bharatiya Janata (BJP) sayap kanan Perdana Menteri Narendra Modi berkuasa pada 2014. Pemerintah menyangkal tuduhan itu.
Puluhan Muslim telah digantung atau diserang oleh massa Hindu sayap kanan atas kecurigaan membunuh sapi. Penyembelihan sapi dilarang di sebagian besar negara bagian India karena beberapa orang Hindu menganggap sapi sebagai hewan suci.
Sharjeel Usmani seorang aktivis mahasiswa Muslim yang berbasis di New Delhi mengatakan hukuman mati tanpa pengadilan Ishaq mengungkapkan realitas gelap tentang perubahan dalam cara masyarakat Hindu mempraktikkan agama mereka. "Main hakim sendiri pada seorang Muslim telah menjadi sebuah ritual dan itu adalah sesuatu yang harus dipikirkan oleh para pemimpin Hindu," katanya.
Bano, yang menggunakan satu nama dan tinggal di seberang rumah Wajid mengatakan sejauh ini tidak ada politikus yang mengunjungi keluarga tersebut. “Mereka adalah orang miskin. Mereka harus dibantu tetapi kami tahu tidak ada yang akan datang karena kami Muslim,” katanya.