Jangan Lagi Terlalu Berharap pada Bulu Tangkis

Kini, jika meraih medali, bulu tangkis sebut saja telah membuat kejutan.

Antara/M Risyal Hidayat
Pebulu tangkis ganda putra Indonesia, Muhammad Rian Ardianto (kiri) dan Fajar Alfian.
Red: Endro Yuwanto

Oleh : Endro Yuwanto/Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Tim bulu tangkis putra dan putri Indonesia harus menelan pil pahit di bulu tangkis beregu Asian Games 2022 Hangzhou, Cina. Kedua tim sama-sama tersisih di laga perdana yang langsung memainkan babak perempat final.

Tampil di Binjiang Gymnasium, Hangzhou, Cina, pada Jumat (29/9/2023), tim beregu putri dikalahkan tuan rumah Cina dengan skor 0-3. Lalu, disusul kekalahan 1-3 tim beregu putra dari Korea Selatan (Korsel). Walhasil, tim bulu tangkis beregu putra maupun putri gagal total menyumbangkan medali.

Memang, masih ada kesempatan untuk memperoleh medali di nomor perorangan. Namun bukannya tak optimismis, sebaiknya jangan terlalu berharap lagi pada cabang olahraga (cabor) bulu tangkis.

Dulu beberapa tahun lalu, bulu tangkis selalu bisa menjadi andalan medali bagi Indonesia di berbagai multievent olahraga, seperti SEA Games, Asian Games, dan bahkan Olimpiade. Kini, terlalu berat berharap bulu tangkis menyumbang medali apalagi untuk menyebet medali emas.

Lihat saja dua tahun ke belakang, para pebulu tangkis Indonesia begitu kesulitan untuk mencapai final kejuaraan, terutama level BWF Super 1000. Nomor ganda putra yang selama ini menjadi andalan sudah tak lagi digdaya dan dominan. Tak ada yang benar-benar sekonsisten penampilan era the Minions, Kevin Sanjaya/Marcus Gideon. Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan memang masih stabil tapi faktor usia tak bisa dimungkiri.

Pasangan lainnya, Fajar Alfian/M Rian Ardianto, Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri, Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Rambitan, walau termasuk ganda putra papan atas dunia, bisa dibilang performanya masih angin-anginan. Sementara ganda putra negara-negara lainnya, India, Korsel, Jepang, Cina, Taiwan, Malaysia, bahkan Denmark, terus menjadi ancaman dan sewaktu-waktu bisa menjadi batu sandungan bagi ganda putra Indonesia untuk melangkah jauh.

Di ganda putri, sejauh ini masih mengandalkan pasangan yang dibilang agak baru Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva. Namun tak terlalu mudah bagi Apri/Fadia untuk bersaing dengan ganda putri 10 besar dunia lainnya.

Di ganda campuran, bisa dibilang Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari yang menjadi andalan, belum terlalu bisa diharapkan untuk bersaing dengan para ganda campuran papan atas di negara semacam Jepang, Cina, dan Korsel.

Setali tiga uang. Di tunggal putri, tumpuan saat ini hanya pada Gregoria Mariska Tunjung, yang meski berada di grafik naik, tapi masih kesulitan bersaing dengan tunggal putri 5 besar dunia. Kalau boleh jujur, menembus semifinal saja sudah bagus buat Gregoria.

Di tunggal putra, Indonesia memang punya pebulu tangkis yang masuk 10 besar dunia, yakni Jonatan Christie dan Anthony Ginting. Secara teknis, Ginting punya skill lengkap dan nyaris sempurna serta Jonatan jika tampil agresif dan konstan kemenangan sering ia raih.

Tapi batu sandungan terbesar kedua pemain itu adalah jika Sang Monster asal Denmark Viktor Axelsen tampil. Hampir bisa dipastikan kans juara Jonatan dan Ginting menghilang atau tersisa 10 persen saat Axelsen tampil. Jonatan dan Ginting bisa berharap juara sembari menunggu pebulu tangkis lain menumbangkan Axelsen. Untung pula Axelsen sudah pasti tak tampil di Asian Games.

Begitulah kondisi bulu tangkis Indonesia saat ini. Wajar bila seusai kejuaraan apapun akhir-akhir ini, sering terdengar permintaan maaf dari Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI), Rionny Mainaky. Ia pun selalu berjanji memberikan evaluasi.

Sembari Rionny terus melakukan evaluasi, yang sebenarnya tak jauh-jauh dari persoalan spirit dan mental, ada baiknya publik Tanah Air tak lagi terlalu menggantungkan asa meraih juara atau medali pada cabor bulu tangkis. Toh sudah beberapa dekade bulu tangkis selalu menjadi andalan atau paling terbebani menghadirkan medali di setiap multievent. Ekspektasi terhadap bulu tangkis selama ini sudah sedemikian tinggi.  

Tak ada salahnya ekspektasi tinggi mulai diarahkan atau dibagikan bebannya ke cabor lainnya, semisal memanah, menembak, dayung, angkat besi, atletik, balap sepeda, dan panjat tebing. Cabor-cabor itu juga termasuk langganan menyumbang medali. Ini bisa berlaku untuk ajang multievent terbesar di dunia nanti, Olimpiade 2024 Paris.

Jadi nanti jika cabor bulu tangkis, misalnya tak meraih medali alias nirgelar, bukan lagi dianggap kejutan. Akan tetapi, jika meraih medali, bulu tangkis sebut saja telah membuat kejutan. Mungkin dengan cara ini para pebulu tangkis tak terlalu merasa terbebani seperti yang selama ini terjadi.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler