Inggris Ingin Kirim Instruktur Militer ke Ukraina
Inggris dan sekutunya menghindari kehadiran militer formal di Ukraina.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris ingin mengerahkan instruktur militer ke Ukraina. Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps menginginkan tindakan lebih lanjut selain melatih angkatan bersenjata Ukraina di Inggris atau negara-negara Barat lainnya seperti yang sudah dilakukan saat ini.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Sunday Telegraph, Shapps mengatakan, ada ruang untuk menawarkan pelatihan militer di Ukraina setelah berdiskusi dengan para pemimpin militer Inggris pada Jumat (29/9/2023).
“Saya berbicara hari ini tentang kemungkinan membawa pelatihan tersebut lebih dekat dan benar-benar ke Ukraina juga. Khususnya di wilayah barat negara ini, saya pikir peluangnya sekarang adalah membawa lebih banyak hal 'di dalam negeri',” kata Shapps.
Hingga saat ini, Inggris dan sekutunya menghindari kehadiran militer formal di Ukraina. Keputusan itu untuk mengurangi risiko konflik langsung dengan Rusia.
Inggris telah memberikan kursus pelatihan militer selama lima pekan kepada sekitar 20 ribu warga Ukraina selama setahun terakhir. Lodon pun bermaksud untuk melatih jumlah yang sama di masa depan.
Shapps berharap perusahaan pertahanan Inggris seperti BAE Systems akan melanjutkan rencana mendirikan pabrik senjata di Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan pada Sabtu (30/9/2023), bahwa ingin mengubah industri pertahanan negaranya menjadi pusat militer besar dengan bermitra dengan produsen senjata Barat. Kerja sama itu untuk meningkatkan pasokan senjata untuk serangan balasan Kiev terhadap Moskow.
Inggris telah menjadi salah satu sekutu militer utama Ukraina. London telah mengirimkan rudal jarak pendek Kiev dan tank Challenger serta melatih 15 ribu tentara di London. Inggris pun mengirimkan rudal jelajah Storm Shadow kepada Ukraina, yang memiliki jangkauan lebih dari 250 kilometer.
Bahkan, laporan berita yang belum dikonfirmasi mengatakan, rudal Storm Shadow yang disediakan ke Ukraina oleh Inggris dan Perancis digunakan dalam serangan terhadap markas tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, serangan itu telah direncanakan menggunakan sarana intelijen Barat, aset satelit NATO, dan pesawat pengintai.
"Dilaksanakan atas saran badan keamanan Amerika dan Inggris serta berkoordinasi erat dengan mereka," ujarnya.