Benarkah Artificial Intelligence tidak Lebih Pintar dari Bayi?
Kecerdasan buatan pasti memerlukan manusia untuk membantunya terus berkembang.
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Teknologi di dunia terus berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini termasuk keberadaan Artificial Intelligence (AI) yang kini mulai digandrungi masyarakat dunia.
Teknologi AI dapat dikatakan memiliki perkembangan yang sangat pesat. Tak jarang hal ini membuat masyarakat resah dan takut digantikan oleh kecerdasan buatan. Namun pernyataan ini dibantah oleh Profesro Stella Christie, dalam forum Internasional Conference on Education (ICEdu) kedua yang diadakan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), baru-baru ini.
Menurut dia kecerdasan buatan tidak akan bisa menggantikan manusia. “Dari penelitian yang saya lakukan, kecerdasan buatan itu sebenarnya tidak lebih pintar dari bayi berusia dua tahun,” katanya.
Stella mengatakan, kecerdasan buatan tak perlu ditakuti. Manusia tidak akan digantikan oleh kecerdasan buatan di bidang pendidikan, pekerjaan, maupun bidang lain. Hal ini karena kecerdasan buatan pasti memerlukan manusia untuk membantunya terus berkembang.
Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri AI juga harus diimplementasikan di dunia pendidikan. Hal ini terutama dalam upaya membantu siswa untuk berkembang mengikuti zaman.
Begitupun dengan meningkatkan kemampuan dan jiwa kompetitif siswa sehingga bisa berdaya di dunia yang sebenarnya. Maka, Stella menilai teknologi memiliki peran penting dalam dunia pendidikan.
Adapun gelaran internasional yang menginjak tahun kedua itu membahas rinci mengenai pemberdayaan dan keunggulan pendidikan. Kegiatan ini turut menghadirkan para praktisi, dosen, hingga peneliti dari berbagai bidang di Indonesia
Di sisi lain, untuk menanggapi teknologi yang semakin mutakhir khususnya di dunia kerja, pemateri lain Associate Professor Zulnaidi Yaacob memberikan buah pemikirannya. Menurut dia, ekosistem kewirausahaan juga harus ada di perguruan tinggi. Hal ini dapat melatih mahasiswa dan mengasah kemampuannya menghadapi dunia industri.
Zulnaidi menyatakan, dunia industri, teknologi dan pendidikan harusnya bisa dikolaborasikan menjadi satuan struktur yang saling membangun satu sama lain. Misalnya, dengan memasukkan nilai-nilai kewirausahaan ke kurikulum pembelajaran bagi setiap mahasiswa. Hal itu yang biasa disebut dengan kurikulum katalis atau kurikulum yang diubah dari teori menjadi sistem yang lebih aplikatif.