Pengacara Yakin Ronald Tannur Hanya Lakukan Penganiayaan Bukan Pembunuhan

Pengacara Ronald Tannur menyoal penerapan pasal pembunuhan terhadap kliennya.

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Tersangka kasus dugaan penganiayaan, R (kanan) dihadirkan saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/10/2023). Polrestabes Surabaya menetapkan R yang diduga merupakan putra anggota DPR RI sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan korban bernama Dini Sera Afrianti meninggal dunia.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lisa Rachmat, kuasa hukum yang mendampingi tersangka Gregorius Ronald Tannur menanggapi keputusan penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya yang menetapkan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan terhadap kliennya. Gregorius Ronald Tannur, anak anggota Komisi IV DPR RI nonaktif, Edward Tannur, sebelumnya dijerat pasal primer 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan korban Dini Sera Afrianti, usia 29 tahun, meninggal dunia.

Baca Juga


"Kami minta penyidik memeriksa dengan seksama penyebab kematian korban," kata Lisa kepada wartawan di Surabaya, Selasa (17/10/2023).

Menurutnya, penyebab kematian korban bisa diketahui dari hasil autopsi yang sampai hari ini masih belum keluar. Lisa mengungkapkan kematian korban setidaknya bisa disebabkan tiga hal. Pertama, karena lengan kanan bagian atasnya terlindas ban sebelah kiri belakang mobil Innova yang dikemudikan tersangka.

Kedua, akibat dicekik tersangka, yang disebut polisi sebagai fakta baru berdasarkan gelar perkara terakhir usai reka adegan di tempat kejadian perkara (TKP) pada 10 Oktober 2023. 

"Ketiga, bisa disebabkan hal lain, seperti penyakit liver dan lambung akut yang diderita korban. Polisi sudah menyita obat-obatan milik korban yang didapat di apartemennya " katanya.

Sementara hasil autopsi belum keluar, Lisa meyakini kliennya hanya melakukan penganiayaan terhadap korban. "Penganiayaan itu seharusnya tidak terjadi jika korban Dini tidak memenuhi undangan teman-temannya untuk minum di tempat hiburan malam Blackhole Surabaya pada 3 Oktober lalu," ujarnya.

 

Lisa menjelaskan tersangka Ronald sejak awal keberatan dan melarang Dini menghadiri undangan via telepon seluler ke tempat hiburan malam tersebut karena malam itu penyakit lambungnya sedang kambuh. "Tapi, korban memaksa, akhirnya keduanya datang ke tempat hiburan Blackhole," katanya.

Saat korban Dini telah minum yang dirasa terlalu banyak dan membahayakan penyakit lambungnya, Ronald memaksa pulang. Cekcok pun terjadi karena korban ingin tetap bertahan melanjutkan minum bersama teman-temannya.

Sementara tersangka Ronald berhasil menggiring korban, yang disebut-sebut sebagai kekasihnya ini, keluar dari ruang tempat hiburan malam sampai ke lift menuju tempat parkir untuk pulang. Di tempat itulah kekerasan fisik terjadi hingga akhirnya korban Dini meninggal dunia meski sempat dilarikan ke rumah sakit.

Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi Hendro Sukmono menegaskan penetapan Pasal 338 subsider Pasal 351 Ayat 3 KUHP terhadap tersangka Ronald Tannur diputuskan melalui gelar perkara berdasarkan fakta-fakta baru usai reka adegan di TKP.

"Penetapan pasal pembunuhan dalam gelar perkara tersebut telah melibatkan ahli hukum pidana serta forensik di bidang kedokteran dan digital," ucapnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler