Sejak Serang Gaza, Netanyahu Kehilangan Dukungan dari Warga Israel

Sejak Israel membombardir Gaza, Netanyahu kehilangan dukungan dari rakyatnya

AP Photo/Jacquelyn Martin
Sejak Israel membombardir Gaza, pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tampaknya kehilangan dukungan dari rakyatnya.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Seorang menteri kabinet Israel dilarang memasuki pintu masuk pengunjung rumah sakit Israel. Sementara pengawal lainnya basah kuyup karena guyuran kopi oleh seorang pria yang berduka, dan pejabat lainnya diteriaki "pengkhianat" dan "orang bodoh" ketika dia datang untuk menghibur keluarga yang dievakuasi selama perang Hamas-Israel.

Serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober telah membuat warga Israel bersatu menentang pemerintah. Sejak Israel membombardir Gaza, pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tampaknya kehilangan dukungan dari rakyatnya. Kemarahan publik semakin dipicu oleh sikap Netanyahu yang menyebut diri sebagai ahli strategi Churchillian yang mengacu pada Winston Churchill yang merupakan tokoh populer di Britania Raya dan dunia. Churchill dipandang sebagai pemimpin masa perang yang berjaya dan memainkan peran penting dalam mempertahankan demokrasi liberal Eropa dari penyebaran fasisme.

Latar belakang kemarahan warga Israel awalnya dipicu oleh polarisasi sosial sehubungan dengan upaya pemerintahan Netanyahu untuk melakukan perombakan peradilan, yang memicu aksi protes besar-besaran. Kemarahan warga Israel semakin bertambah ketika Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan badan intelijen kecolongan atas serangan mengejutkan Hamas. Kelompok perlawanan Palestina tersebut melakukan infiltasi darat, laut, dan udara ke Israel dan menyebabkan militer Israel kewalahan.

"Bencana Oktober 2023" menjadi judul utama di harian terlaris Yedioth Ahronoth. Bahasa ini dimaksudkan untuk mengingat kegagalan Israel mengantisipasi serangan kembar Mesir dan Suriah pada Oktober 1973, yang akhirnya menyebabkan Perdana Menteri saat itu Golda Meir mengundurkan diri.

Penggulingan itu berdampak pada hegemoni Partai Buruh yang beraliran kiri-tengah.  Peneliti di Shalom Hartman Institute di Yerusalem, Amotz Asa-El memperkirakan, Netanyahu dan Partai Likud yang telah lama mendominasi pemerintahan Israel akan memiliki nasib serupa dengan Meir.

"Tidak masalah apakah ada komisi penyelidikan atau tidak, atau apakah dia mengakui kesalahannya atau tidak. Yang penting adalah apa yang dipikirkan 'orang Israel tengah' yaitu bahwa ini adalah kegagalan dan perdana menteri bertanggung jawab," ujar Asa-El.

“Dia (Netanyahu) akan lengser, dan seluruh kekuasaan yang dia bangun akan ikut runtuh," kata Asa-El.

Baca Juga


66 persen warga Israel inginkan Netanyahu lengser...

Sebuah jajak pendapat di surat kabar Maariv menemukan bahwa 21 persen warga Israel ingin Netanyahu tetap menjadi perdana menteri setelah perang. Sementara 66 persen menginginkan Netanyahu lengser, dan 13 persen ragu-ragu.

Menurut jajak pendapat tersebut, jika pemilu diadakan hari ini, maka Partai Likud akan kehilangan sepertiga kursinya. Sementara Partai Persatuan Nasional yang berhaluan tengah, yang dipimpin oposisi Benny Gantz, akan bertambah sepertiga kursinya dan menempatkan partai tersebut pada posisi puncak.

Namun warga Israel kini tidak menginginkan pemungutan suara. Mereka menginginkan tindakan. Ketika serangan balasan berkembang menjadi potensi invasi darat Israel ke Gaza, Gantz telah mengesampingkan perbedaan politik untuk bergabung dengan Netanyahu dalam kabinet darurat.

Sejak meletusnya perang Hamas-Israel, Netanyahu membatasi pertemuannya dengan publik. Dia sibuk dengan para petinggi dan utusan asing. Netanyahu bertemu dengan keluarga dari sekitar 200 sandera yang ditawan ke Gaza. Pertemuan itu berlangsung tertutup tanpa kehadiran media.

Netanyahu belum membuat pernyataan untuk mengakui kegagalan intelijen Israel dalam mengantisipasi serangan mengejutkan Hamas. Sementara jenderal tertinggi, menteri pertahanan, penasihat keamanan nasional, menteri luar negeri, menteri keuangan dan kepala intelijen mengakui kegagalannya dalam mengantisipasi dan mencegah serangan terburuk dalam sejarah Israel. Memperhatikan cemoohan yang ditujukan kepada beberapa menteri kabinet, Asa-El mengatakan perpecahan tampaknya sudah muncul dalam koalisi pemerintah.

“Anda mendengar orang-orang di jalan yang merupakan pendukung alami Likud berbicara tentang mereka dengan sikap permusuhan yang jelas. Kemarahan akan semakin besar, dan upaya Netanyahu untuk menghindari tanggung jawab hanya akan membuat orang semakin marah. Dia tidak bisa memaksa dirinya untuk mengatakan: 'Kami telah gagal'," ujar Asa-El.

Israel telah mendapatkan dukungan vokal dari Barat atas serangannya ke Jalur Gaza. Namun dukungan Barat ke Israel kemungkinan akan pudar seiring dengan meningkatnya korban jiwa dan kerugian militer di pihak Palestina.

Perang ini juga dapat menghancurkan dua aspek kebijakan luar negeri Netanyahu yaitu perdamaian dengan Arab Saudi, dan pembatasan terhadap Iran, yang memuji invasi kecil Hamas sebagai kemenangan poros Timur Tengah.

Para perencana militer mengatakan, serangan Israel di Gaza bisa berlangsung berbulan-bulan. Beberapa komentator berpendapat bahwa perpecahan dalam masyarakat Israel, dapat melemahkan keamanan nasional.

“Kami lupa menjadi saudara, dan terlibat perang. Belum terlambat untuk memperbaikinya. Berhentilah bertengkar, sekarang," kata Amit Segal, analis politik di Channel 12 TV, melalui Telegram. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler