Mantan Ketua Wadah Pegawai Desak Pimpinan KPK Bawa Firli ke Polda Metro Jaya
Yudi menilai penyidik Polda bisa membawa paksa Firli jika tetap mangkir.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan penyidik dan ketua wadah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap mendesak pimpinan KPK harus bertanggung jawab untuk membawa Firli Bahuri ke hadapan penyidik Polda Metro Jaya. Firli sempat mangkir dari panggilan penyidik Polda Metro Jaya pada Jumat (20/10/2023) lalu.
Rencananya Firli diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan pemerasan dalam penanganan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2021.
“Insiden mangkirnya Firli Bahuri ketua KPK pada Jumat lalu sangat memalukan muruah KPK sebagai lembaga penegak hukum yang seharusnya patuh hukum,” ujar Yudi Purnomo Harahap dalam keterangannya, Senin (23/10/2023).
Apalagi, kata Yudi Purnomo Harahap, ketidakhadiran Firli disampaikan ke publik oleh Nurul Gufron yang merupakan wakil ketua KPK, bukan Firli Bahuri sendiri. Oleh karena itu, pimpinan KPK bukan hanya menyampaikan ketidakhadiran Firli dalam pemeriksaan, melainkan juga harus kooperatif menghadirkan Firli Bahuri ke Polda Metro Jaya agar tidak mangkir lagi, Selasa (24/10/2023) besok.
“Kalau Pimpinan KPK ingin datang juga untuk menemani sebagai solidaritas ya silakan saja, tapi Firli datang wajib,” kata Yudi Purnomo Harahap.
Yudi melanjutkan, apalagi surat panggilan kedua juga sudah dilayangkan dan diumumkan kepada publik. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk mangkir pemanggilan sebagai saksi.
Bahkan jika mangkir, kata dia, penyidik sesuai aturan KUHAP bisa langsung membawa paksa Firli Bahuri di manapun posisinya berada. Yudi pun membeberkan pengalamannya ketika dahulu menjadi penyidik KPK saat mengusut kasus korupsi di suatu lembaga negara.
“Lembaga negara tersebut kooperatif untuk menghadirkan saksi-saksi dari internal mereka yang dipanggil oleh penyidik. Maka semestinya, KPK pun harus seperti itu,” ujar Yudi Purnomo Harahap.
Selanjutnya, Yudi mengingatkan siapa pun yang merintangi upaya penyidikan polisi bisa dikenakan pidana sesuai Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun. Karena itu, ia berharap semua pihak kooperatif agar penuntasan kasus ini cepat tuntas sebagai bagian upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.