Pengkhianatan Yahudi di Perang Bani Quraidhah dan Bala Bantuan dari Pasukan Malaikat
Perang Bani Quraidhah dilatarbelakangi pengkhianatan kaum Yahudi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perang Bani Quraidhah terjadi pada tahun ke-5 Hijriyah, Dzulqaidah. Perang terjadi karena pengkhianatan yang dilakukan kaum Yahudi Bani Quraidhah.
Seperti dikutip dari Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah ﷺ disarikan dari kitab ar-Rahiq al-Makhtum, sehari setelah kepulangan Rasulullah ﷺ di Madinah, tepat pada waktu Zuhur, datang malaikat Jibril menemui Rasulullah ﷺ yang sedang akan mandi di rumah Ummu Salamah. Diapun berkata :
“Apakah kamu sudah meletakkan senjata? Sesungguhnya malaikat belum meletakkan senjata mereka dan saya tidak akan kembali sebelum menyerang suatu kaum. Bangunlah engkau sekarang bersama sahabat sahabatmu menuju Bani Quraidhah, saya akan berjalan di depanmu untuk menggoncangkan benteng benteng mereka dan menebarkan ketakutan di dada mereka.” Maka berangkatlah Jibril bersama pasukannya dari kalangan malaikat.
Kemudian Rasulullah ﷺ memerintahkan seseorang meng umumkan kepada masyarakat untuk segera berangkat ke perkampungan Bani Quraidhah dan berpesan agar mereka tidak sholat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidhah.
Beliaupun memerintahkan Abdullah bin Ummi Maktum untuk menjaga kota Madinah, lalu beliau menyerahkan bendera perang kepada Ali bin Thalib.
Baca juga: Daftar Produk-Produk Israel yang Diserukan untuk Diboikot, Cek Listnya Berikut Ini
Rasulullah ﷺ segera berangkat bersama beberapa orang pasukannya. Para sahabat yang masih berada di Madinah bergegas pergi menyusul Rasulullah ﷺ menuju Bani Quraidhah agar mereka dapat sholat Ashar di sana.
Namun di tengah perjalanan (sebelum tiba di Bani Quraidhah), waktu Ashar telah tiba. Mengingat pesan Rasulullah ﷺ di atas, maka sebagian di antara para sahabat menunda sholat Ashar mereka hingga tiba di Bani Quraidhah di akhir waktu Isya.
Sementara sebagian lainnya melakukan sholat Ashar saat itu juga karena berpendapat bahwa yang dimaksud Rasulullah ﷺ, adalah untuk segera berangkat, (bukan untuk mengakhirkan shalat). Walaupun telah terjadi perbedaan pandangan, hal itu tidak membuat mereka saling bertikai.
Begitulah, sekelompok demi sekelompok tentara kaum Muslimin berangkat menuju Bani Quraidzah. Mereka berjumlah 3.000 orang. Setibanya di sana, mereka segera melakukan pengepungan terhadap suku tersebut.
Pengepungan terus berlangsung selama 25 hari. Sebenarnya Bani Quraidzah dapat bertahan dalam pengepungan tersebut dalam waktu lebih lama, mengingat kuatnya benteng mereka dan tersedianya bahan makanan dan minuman di dalamnya.
Sementara di sisi lain, udara dingin tanpa perlindungan menghadang kaum muslimin disertai rasa lapar yang sangat. Namun peperangan ini lebih bersifat perang urat saraf dan karena mereka telah dihantui rasa takut oleh kekuatan kaum Muslimin, akhirnya kaum Yahudi Bani Quraidzah tunduk dan mereka menyerahkan keputusannya kepada Rasulullah ﷺ.
Orang-orang Anshar menghadap Rasulullah ﷺ untuk meminta keringanan hukuman terhadap Bani Quraidzah, mengingat hubungan baik mereka selama ini.
Maka dengan bijaksana Rasulullah ﷺ menunjuk seorang sahabat dari kalangan Anshar yang bernama Sa'ad bin Mu'adz untuk menetapkan hukuman untuk mereka.
Sa'ad bin Mu'adz memberikan ketetapannya berupa hukuman mati kepada setiap laki-laki dewasa dari Bani Quraidzah, sedangkan kaum wanitanya ditawan dan harta-harta mereka dibagi-bagikan. Mendengar keputusan tersebut, Rasulullah ﷺ berkomentar, “Engkau telah menetapkan hukum Allah dari atas tujuh lapis langit.”
Baca juga: Secarik Alquran Bertuliskan Ayat As-Saffat Ditemukan di Puing Masjid Gaza, Ini Tafsirnya
Maka segeralah dilaksanakan ekskusi hukuman mati dengan memenggal kepala orang dewasa dari Bani Quraidzah yang berjumlah antara 600 hingga 700 orang, termasuk di dalamnya tokoh Yahudi Bani Nadir, Huyay bin Akhthab, bapak dari Shafiah Ummul Mu'minin radhiallahuanha, yang saat itu juga ikut berlindung di benteng Bani Quraidzah.
Hukuman yang sepintas sangat keras ini, sebenarnya sangat layak diberikan kepada Bani Quraidzah, mengingat penghianatan mereka di saat-saat Rasulullah ﷺ sangat membutuhkan bantuan mereka berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
Apalagi ternyata diketahui kemudian, setelah kaum Muslimin memeriksa benteng mereka, didapati di dalamnya perlengkapan perang lengkap yang sangat banyak. Hal itu menunjukkan bahwa mereka memiliki rencana lebih besar lagi terhadap kaum Muslimin. Pada masa kini, mereka layak dikatakan sebagai penjahat perang yang harus dihukum mati.