Prof Jimly: Baru Kali Ini di Dunia Semua Hakim Dilaporkan Langgar Kode Etik

Jimly merasa kini publik lebih peduli dengan tindak tanduk MK beserta putusannya.

Republika/Prayogi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie (tengah), Akademisi Bintan Saragih (Kanan) dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams (kiri)saat menghadiri acara pelantikan anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Aula Gedung II MK, Jakarta, Selasa (24/10/2023). Mahkamah Konstitusi (MK) telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). MKMK beranggotakan tiga orang terdiri dari Wahiduddin Adams (unsur Hakim Konstitusi), Jimly Asshiddiqie (unsur Tokoh Masyarakat) dan Bintan R. Saragih (unsur akademisi berlatar belakang bidang hukum). Merujuk Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, MKMK adalah perangkat yang dibentuk MK untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat. Selain itu, MKMK dibentuk untuk menjaga Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie menyindir betapa peliknya masalah yang dialami MK saat ini. Jimly menyatakan belum pernah ada di dunia ini kasus dugaan pelanggaran etik melanda semua hakim MK.

MKMK baru saja menggelar rapat klarifikasi dengan para pelapor hakim MK. MKMK mendengar langsung aduan tersebut dalam rangka mengklarifikasi.

"Ini perlu diketahui, ini perkara belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Seluruh dunia, semua hakim dilaporkan melanggar kode etik. Baru kali ini," kata Jimly dalam rapat MKMK pada Kamis (26/10/2023).

Jimly mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi masyarakat di hadapan para pelapor. Jimly mengamati munculnya pembelahan sejak putusan MK yang pro pencawapresan Gibran Rakabuming.

"Jadi saudara-saudara sekalian, terlepas dari saudara ini berasal dari mana, sekarang ini masyarakat politik terpecah lima, kubu sini, kubu sini, kubu tengah, dan kubu antara pada marah semua," ujar Jimly.

Walau demikian, Jimly memandang momentum ini mestinya digunakan MK untuk memberi pencerahan pada publik. Jimly merasa publik bisa semakin diedukasi soal fungsi MK berkat putusan kontroversial pro Gibran.

"Jadi, kasus putusan terakhir ini menarik perhatian seluruh rakyat Indonesia. Ini bagus. Harus disyukuri gitu lho. Untuk public education, bagus sekali ini. Civic education, bagus sekali," ujar Jimly.

Publik lebih peduli dengan tindak tanduk MK...

Baca Juga


Jimly merasa kini publik lebih peduli dengan tindak tanduk MK beserta putusan yang dihasilkannya.

"Jadi enggak ada orang yang tidak membicarakan MK sebulan ini. MK semua dengan segala macam emosinya. Bagus itu. Kalau kita lihat dari langit, waduh ini harus disyukuri ini dan yang membuat sejarah saudara-saudara ini yang melapor gitu lho," ujar mantan ketua MK pertama itu.

Diketahui, MK akhirnya menyatakan pembentukkan Majelis Kehormatan MK. Kehadiran MKMK ini guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.

Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK. Diantaranya dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).

Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).

Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler