Mesir Meradang, Tolak Dugaan Rencana Israel Pindahkan Warga Palestina ke Gurun Sinai

Teori konspirasi pengusiran warga Palestina di Sinai Utara bukanlah berita baru.

AP Photo/Fatima Shbair
Warga Palestina berduka atas kerabat mereka yang meninggal dalam pemboman Israel di Jalur Gaza, di depan kamar mayat di Deir al Balah, Selasa, (31/10/2023).
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Perdana Menteri Mesir, Mostafa Madbouly, pada Selasa (31/10/2023) menegaskan kembali penolakan mutlak terhadap dugaan rencana Israel memindahkan paksa warga Palestina dari Gaza ke provinsi Sinai Utara.

Kunjungan mendadak Madbouly terjadi sehari setelah Israel mengakui Kementerian Intelijen telah menyusun proposal masa perang untuk memindahkan lebih dari dua juta penduduk Gaza ke Sinai Utara. Hal ini memicu kecaman dari Palestina dan memperburuk ketegangan dengan Mesir.

“Kami, rakyat Mesir, siap mengorbankan jutaan nyawa agar tidak ada seorang pun yang mendekati sebutir pasir (di Sinai Utara),” kata perdana menteri saat berpidato di depan para hadirin yang terdiri dari para pemimpin suku setempat, personel militer, komandan, tokoh masyarakat, dan jurnalis, dilansir di Al Araby, Selasa.

Dalam laporan Israel tersebut, Kementerian Intelijen yang bertugas melakukan penelitian, bukan menetapkan kebijakan, mengajukan tiga alternatif untuk mempengaruhi perubahan signifikan dalam realitas sipil di Gaza. Ini mengingat apa yang digambarkan Israel sebagai kejahatan faksi Hamas Palestina yang menguasai Jalur Gaza mengarah pada perang Pedang Besi.

Selain itu, dalam upacara tersebut, Komandan Angkatan Darat Kedua Mesir Mohamed Rabie mengatakan angkatan bersenjata Mesir sangat siap menjalankan misi apa pun yang ditugaskan kepada mereka untuk melindungi keamanan nasional Mesir di arah strategis timur laut.

Madbouly mewakili Presiden Abdel Fattah al-Sisi meresmikan proyek pembangunan di wilayah timur laut yang pernah bergolak di mana ia bertemu dengan para pemimpin suku dan personel militer di hadapan tokoh masyarakat, selebriti, dan jurnalis. Madbouly diperkirakan akan mengunjungi kota perbatasan Rafah dengan Gaza di kemudian hari.

Baca Juga


Pemerintah Mesir sering menyatakan kekhawatirannya...

Pemerintah Mesir sering menyatakan kekhawatirannya atas kemungkinan eksodus massal warga Palestina yang harus memilih antara mati akibat pengeboman Israel atau diusir dari tanah mereka.

Baru-baru ini, outlet berita Mada Masr yang berbasis di Kairo telah ditangguhkan selama enam bulan dan dirujuk ke jaksa agung setelah memuat laporan tentang rencana pengungsian warga Palestina di Gaza ke Sinai.

Dewan Tertinggi untuk Regulasi Media di negara tersebut menuduh media independen tersebut merugikan keamanan nasional dan menerbitkan berita palsu. Teori konspirasi pengusiran warga Palestina di Sinai Utara bukanlah berita baru. Sejak 1950-an, ada kekhawatiran di Mesir bahwa Israel akan secara paksa memindahkan warga Palestina dari Gaza ke provinsi yang bergolak tersebut. Sentimen ini diperkuat oleh perintah Israel baru-baru ini kepada warga Palestina di Gaza untuk mengungsi di bagian utara wilayah kantong tersebut.

Pada 18 Oktober, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi mengatakan dalam konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz di Kairo bahwa warga Gaza dapat dipindahkan ke gurun Negev Israel, bukan Sinai. Setelah itu, warga Palestina bisa kembali ke tanah air mereka.

Beberapa hari kemudian, dalam pertemuan puncak perdamaian yang diadakan di Kairo yang dihadiri beberapa kepala negara dan pejabat senior serta diplomat, Sisi menegaskan sekali lagi bahwa pemerintah dan rakyatnya dengan tegas menolak pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka berdasarkan ketentuan apa pun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler