Paceklik Beras Kemungkinan Bakal Lebih Lama Akibat El Nino

El Nino menambah kesulitan petani untuk memulai penanaman kembali.

Antara/Irwansyah Putra
Petani menyiapkan bibit padi jenis ciherang pada musim tanam akhir 2023 di Aceh Besar, Aceh, Rabu (4/10/2023). Kementerian Pertanian melalui pemerintah daerah mendorong para petani terutama di kawasan persawahan yang terkoneksi dengan aliran irigasi untuk meningkatkan produksi beras sebagai upaya menutupi penurunan produksi beras nasional yang diperkirakan mencapai 1,5 juta ton beras akibat fenomena El Nino di sebagian besar wilayah Indonesia.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masa paceklik beras diproyeksi akan lebih lama dari biasanya. Kemarau ekstrem El Nino yang menyebabkan kekeringan pada lahan persawahan menyebabkan mundurnya musim tanam lantaran petani kesulitan pasokan air. Produksi yang biasanya mulai meningkati di awal tahun kemungkinan akan mundur. 

Baca Juga


Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso, menyampaikan, produksi beras saat ini hampir nihil sehingga penggiliingan belum mendapatkan pasokan yang memadai. 

Di saat yang bersamaan, keberadaan bendungan yang tersebar di berbagai daerah  tidak akan cukup untuk bisa mengairi seluruh area persawahan, khususnya di Pulau Jawa. 

Menurutnya, kondisi itu memang musiman. Hanya saja, adanya El Nino menambah  kesulitan petani untuk memulai penanaman kembali di bulan-bulan ini.

“Sekarang mulai terasa, yang tadinya bisa tanam jadi tidak bisa tanam. Akan lebih panjang masa pacekliknya,” kata Sutarto dalam keterangan resminya, Rabu (1/11/2023).

Sutarto menjelaskan, pada situasi normal, panen padi biasa akan dimulai pada bulan Februari dan memasuki masa puncak pada Maret. Namun, akibat mundurnya musim tanam, kemungkinan panen padi baru masuk sekitar Maret 2024 mendatang. 

“Makanya kita mengingatkan pemerintah harus siap. Situasi normal, Februari harusnya sudah panen. Tapi ini bisa jadi Maret bahkan sampai April,” katanya menambahkan. 

Perpadi pun mencatat, sekitar 40 persen dari sekitar 170 ribu penggilingan skala kecil hingga besar dalam kondisi tidak aktif. Itu lantaran kehabisan gabah. Bila ada, kata Sutarto, rata-rata harga gabah cukup tinggi dan tidak mampu diikuti oleh penggilingan skala kecil.

Sebagai catatan, industri penggilingan padi di Indonesia masih didominasi oleh skala kecil yang jumlahnya berkisar 160 ribu penggilingan. Adapun skala menengah sekitar 7.000 penggilingan dan skala besar hanya sekitar 1.700 industri. 

Menurut Sutarto, keberadaan penggilingan saat ini juga dalam kondisi over kapasitas. Ia kembali meminta pemerintah untuk melakukan revitalisasi terhadap penggilingan padi yang ada saat ini ketimbang menambah penggilingan baru. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler