Pasokan Beras Masih Sulit, Pemerintah akan Teruskan Bansos Beras Hingga Tahun Depan
Masyarakat menganggap beras Bulog tidak cukup enak untuk dikonsumsi.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Harga beras yang mengalami kenaikan selama hampir enam bulan ini membuat konsumen menjerit. Hal ini disebabkan oleh pasokan yang kurang akibat petani yang kesulitan menanam selama musim kemarau yang panjang.
Untuk itu, Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan Bulog akan melanjutkan bantuan sosial beras untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Menteri Perdagangan Zulkifili Hasan mengatakan saat ini harga beras sudah perlahan turun. Kendati begitu, Pemerintah tengah membahas bantuan sosial beras yang akan dilanjutkan hingga harga beras stabil.
"Harga beras sudah tidak naik lagi, turun sedikit-sedikit pemerintah nanti akan rapat untuk meneruskan bantuan sosial pada masyarakat yang mengalami kendala kesulitan beras," ungkap Mendag RI dalam acara Program Akselerasi Ekosistem UMKM Digital di The Manohara Hotel Yogyakarta, Senin (6/11/2023).
Bantuan sosial beras yang diberikan kepada 21,35 juta keluarga penerima manfaat (KPM) telah berjalan, dengan setiap KPM menerima 10 kilogram bantuan beras per bulannya pada tahap dua ini mulai Oktober hingga Desember 2023.
Menurut Mendag, nantinya bantuan sosial ini akan dilanjutkan hingga tahun depan. "Nanti akan ada lagi bantuan 10 kilogram untuk 21 juta keluarga diteruskan sampai tahun depan," tuturnya.
Sebelumnya guna memastikan ketersediaan beras, operasi Pasar yang kini bernama Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) telah dilaksanakan Bulog Kanwil Yogyakarta di seluruh DIY. Untuk di Kabupaten Bantul, beras SPHP sejumlah 70 ton telah disalurkan melalui pedagang di enam pasar besar.
Meski demikian, rupanya masyarakat menganggap beras Bulog tidak cukup enak untuk dikonsumsi. Menurut Pemilik Kios nomor 13 Pasar Niten, Mainem, harga beras Bulog memang lebih murah, tapi tidak semua konsumen mau membelinya.
"Yang lebih murah beras dari Bulog, saya belinya sekitar Rp 10.200 per kilogram dan dijual lagi Rp 11 ribu per 5 kilogram, untuk eceran Rp 12 ribu per kilogram. Tapi banyak yang nggak suka rasanya, anyep," tutur Mainem kepada Republika, Ahad (5/11/2023).
Menurut Mainem, dari segi warna, beras Bulog terlihat bagus dan bersih. Akan tetapi berdasarkan penuturan pembeli, rasanya tidak terlalu disukai karena tidak manis seperti rasa beras yang seharusnya. Untuk itu, pembeli beras Bulog biasanya adalah pedagang nasi goreng atau nasi kuning. "Karena kan nasinya dibumbui, kalau dimakan langsung rasanya kurang," tuturnya.
Kendati begitu, Mainem sudah mendaftar lagi untuk mendapatkan pasokan beras Bulog. Ini karena sulitnya mendapatkan pasokan beras dari petani lokal, akibat kemarau yang berkepanjangan.
Berbeda dengan Mainem, pemilik toko Wahyuni di Pasar Niten, tidak berminat mendaftar operasi pasar beras. Penyebabnya, beras Bulog dianggap kurang enak bagi pelanggannya.
"Murah tapi rasanya kurang enak. Saya sendiri seringnya ambil langsung ke petani lokal di Sewon ini," tutur Agus, pemilik toko Wahyuni.