Praperadilan Yasin Limpo Ungkap Uang Korupsi Mengalir ke Nasdem Senilai Rp 1,27 Miliar
KPK juga mengungkapkan adanya uang senilai Rp 10 miliar yang digunakan oleh keluarga.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya uang setoran senilai Rp 1,27 miliar ke Partai Nasdem dari hasil dugaan penerimaan gratifikasi dan pemerasan yang dilakukan tersangka Syahrul Yasin Limpo. Nilai tersebut bagian dari setotal Rp 13,9 miliar hasil dugaan korupsi Yasin Limpo saat menjabat Menteri Pertanian (Mentan).
Selain aliran korupsi ke partainya, KPK juga mengungkapkan adanya uang senilai Rp 10 miliar yang digunakan oleh keluarganya. Hal tersebut terungkap dari eksepsi Tim Biro Hukum KPK menjawab permohonan praperadilan yang diajukan Yasin Limpo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Kepala Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto menerangkan, rincian uang korupsi yang dinikmati Yasin Limpo juga ada untuk membayar cicilan kredit mobil senilai Rp 43 juta setiap bulan. Pembayaran cicilan kartu kredit menteri dari Partai Nasdem itu sebesar Rp 319,4 juta. Juga ada untuk pembelian arloji seharga Rp 107,5 juta.
“Bahwa pemohon (Yasin Limpo) menerima uang setotal (Rp) 13,9 miliar yang digunakan untuk keperluan pemohon dan keluarganya," tutur Iskandar di PN Jaksel, Selasa (7/11/2023).
Rincian tersebut antara lain, membayar keperluan umrah Yasin Limpo dan keluarga, serta pejabat Kementan lain sebesar 1,4 miliar. Selain itu untuk mentransfer atau menghibahkan untuk sumbangan atau bantuan kepentingan partai pemohon (Nasdem) sebesar 1,27 miliar; penggunaan pribadi Syahrul Yasin Limpo dan keluarga, yaitu membayar cicilan mobil sebesar 43 juta per bulan, membayar kartu kredit atas nama menteri sekitar 319,4 juta.
Sumber uang haram Yasin Limpo...
Selanjutnya, untuk pembelian jam tangan senilai 107,5 juta, membayarkan biaya perbaikan rumah, pajak rumah, tiket pesawat keluarga, pengobatan. Selain itu perawatan wajah keluarga, dan penggunaan kebutuhan pribadi lainnya sekitar Rp 10 miliar.
Iskandar, pun mengungkapkan dari mana sumber uang haram Yasin Limpo itu. Dari penyidikan, kata Iskandar terungkap, Yasin Limpo selaku mentan, sejak 2019 sudah melakukan pengumpulan melalui pungutan uang di lingkungan pejabat Kementan. Disebutkan pada 10 Januari 2020 Ikhsan Widodo selaku Kasubag Pemiliharaan Biro Umum dan Pengadaan di Kementan memerintahkan Karina selaku Staf Biro Umum dan Pengadaan di Kementan untuk membuat akun dan rekening Bank Mandiri dengan setoran awal Rp 25 juta.
Uang setoran awal pembukaan rekening tersebut, menggunakan dana pinjaman Koperasi Pertanian di Kementan. Rekening bernomor 127001302931 tersebut, disebutkan oleh Iskandar dimaksudkan untuk kepentingan Yasin Limpo dalam mengumpulkan pungutan pejabat eselon-1 dan eselon-2 d Kementan.
Pungutan tersebut dilakukan terkait dengan ‘pemulus’ usaha kenaikan pangkat dan jabatan para pejabat di lingkungan Kementan. Selama 2020, transaksi di rekening untuk Karina untuk setoran ke Yasin Limpo sekira Rp 683,5 juta. Dan terdapat setoran uang lain senilai Rp 464,6 juta yang disetorkan oleh pejabat eselon-1 di Badan Karantina Pertanian (Barantan).
Proses pengumpulan uang...
Pada Juni 2020, Yasin Limpo selaku menteri melantik Muhammad Hatta sebagai Direktur Pupuk dan Pestisida pada Dirjen Sarana dan Prasarana Pertanian yang sebelumnya menjabat posisi staf Sekretaris Jenderal (Setjen) Kementan. Yasin Limpo pada Mei 2021 juga melantik Kasdi Subagyo selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan.
Promosi keduanya melalui penunjukkan Yasin Limpo. Terungkap Hatta dan Kasdi bersama-sama memerintahkan Kepala Biro Umum dan unit-unit kerja di lingkungan eselon-1 di Kementan, termasuk Dirjen, dan Kepala Badan, serta Kepala Sekretaris di masing-masing eselon-1 melakukan pengumpulan uang.
Iskandar mengungkapkan, proses pengumpulan uang dimulai dengan adanya permintaan langsung dari Yasin Limpo. Yaitu dengan memberikan permintaan penyelesaian pembayaran pada pihak-pihak yang dipercayainya. Seperti kepada Kasdi selaku Sekjen, Imam Rozi dan Fahmi selaku Stafsus Menteri Bidang Kebijakan, dan ajudan menteri Panji Haryanto, serta Hatta selaku Direktur Pupuk dan Pestisida Dirjen Sarana-Prasarana, yang selanjutnya menjabat sebagai Direktur Alat Mesin Pertanian 2023.
Terungkap pula permintaan uang oleh Yasin Limpo pada saat mendesak melalui peminjaman di Koperasi Pertanian yang diajukan oleh Biro Umum Kementan. Atau disebutkan pemenuhan permintaan Yasin Limpo itu dengan cara Brio Umum Kementan menggunakan uang kas, atau bendahara Kementan.
“Atau melalui peminjaman kepada vendor-vendor dengan bunga 1 sampai 2 persen saat pengembalian pinjaman yang akan digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarga pemohon (Yasin Limpo),” kata Iskandar.
“Dari uang kutipan pejabat eselon-1 dan eselon-2 di Kementan tersebut, pemohon dan keluarganya total menerima (Rp) 13,9 miliar,” sambung Iskandar.
Ancaman penurunan jabatan...
Dengan rincian, Iskandar mengungkapkan, bersumber dari Biro Umum Kesekjenan senilai Rp 6,8 miliar. Dari Barantan Rp 5,7 miliar. Dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan senilai Rp 1,4 miliar. Selain itu, kata Iskandar, atas pungutan uang atas perintah Yasin Limpo itu, juga terungkap adanya penerimaan lainnya yang dilakukan oleh Kasdi melalui ajudannya senilai 4 ribu sampai 10 ribu dolar AS.
“Adapun pejabat-pejabat di eselon-1 maupun di eselon-2 yang menolak permintaan pemohon (Yasin Limpo) diancam akan diturunkan jabatannya karena dinilai tidak sepaham dengan yang bersangutan,” kata Iskandar.
Yasin Limpo mengajukan praperadilan terkait status hukumnya sebagai tersangka di KPK. KPK menetapkan Yasin Limpo sebagai tersangka bersama Kasdi, dan Hatta terkait dengan korupsi dan pemerasan yang dilakukan di Kementan. KPK menjerat Yasin Limpo dengan Pasal 12 e, dan Pasal 12 B UU Tipikor 31/1999.
KPK juga menjeratnya dengan sangkaan Pasal 3 dan Pasal 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU_ 8/2008. Yasin Limpo, pun sampai saat ini mendekam di sel tahanan sejak Jumat (13/10/2023). Namun Yasin Limpo melawan penetapan status hukumnya itu, dengan mengajukan praperadilan ke PN Jaksel.