PP Muhammadiyah Desak Anwar Usman Mundur Pasca-Putusan MKMK

MHH PP Muhammadiyah menuntut kesembilan hakim konstitusi menunjukkan sikap negarawan.

Republika/Prayogi
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama anggota Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) memimpin sidang pembacaan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melaukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim Konstitusi. MKMK juga menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengapresiasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang telah bekerja dengan cermat, teliti, dan cepat dalam menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.


Meskipun MHH PP Muhammadiyah dapat memahami dan menghormati putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK yang terbukti melanggar kode etik berat karena konflik kepentingan dalam perkara yang diperiksa dan diputuskan, namun dalam pernyataan sikapnya, MHH PP Muhammadiyah menyayangkan putusan MKMK yang hanya menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian dari Ketua MK. 

"MHH PP Muhammadiyah menilai bahwa pelanggaran etik berat seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat Kepada Anwar Usman dari jabatan  hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan  MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Ketua MHH PP Muhammadiyah Trisno Raharjo dalam keterangannya, Selasa (7/11/2023).

MHH PP Muhammadiyah menuntut kepada Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi demi menjaga marwah, martabat dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi serta mengembalikan kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Selain itu MHH PP Muhammadiyah menghormati putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi teguran lisan terhadap sembilan orang anggota hakim konstitusi karena terbukti tidak dapat menjaga keterangan rahasia dari Rapat Permusyawaratan Hakim sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.

"Menghormati putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim konstitusi Arif Hidayat yang terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim karena membuka informasi tentang pemeriksaan yang seharusnya hanya diketahui oleh hakim yang mengikuti Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)," ucapnya.

Trisno mengatakan adanya putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi terhadap sembilan hakim konstitusi yang terbukti melanggar etika karena membiarkan suatu kebiasaan konflik kepentingan terjadi di MK, menunjukkan bahwa mereka bukanlah sosok negarawan yang menjadi syarat bagi seorang hakim konstitusi. Untuk itu MHH PP menuntut kesembilan hakim konstitusi wajib untuk menunjukkan sikap negarawan paska keputusan MKMK.

"Menuntut kepada seluruh hakim konstitusi untuk mengembalikan kewibawaan, keluhuran, dan marwah Mahkamah Konstitusi melalui sikap-sikap kenegarawanan yang dimanifestasikan ke dalam putusan dan sikap-sikap lainnya yang tertuang dalam Sapta Karsa Hutama," ungkapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler