Pengamat: Usulan Biaya Haji Rp 105 Juta Sebaiknya Dibicarakan dengan BPKH

Menurut Ade, sebaiknya tidak tiba-tiba melontarkan harga yang tinggi tanpa landasan.

Republika
Jamaah haji (ilustrasi)
Rep: Fuji Eka Permana Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/ 2024 M dengan rata-rata sebesar Rp 105 juta. Pengamat Haji dan Umroh Indonesia, Ade Marfuddin mengatakan, usulan BPIH sebaiknya dibicarakan dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang memegang dana masyarakat.

Baca Juga


Ade mengatakan, di dalam penentuan usulan BPIH, seharusnya bicara dengan masyarakat haji. Karena akan menggunakan dana milik masyarakat haji yang diamanahkan kepada BPKH. Seharusnya BPKH diajak bicara untuk mengusulkan BPIH.

"Karena masyarakat haji ini sudah terwakili oleh BPKH, apakah dalam mengusulkan BPIH ini pemerintah mengajak duduk barang BPKH, karena yang punya uang adalah BPKH karena BPKH diamanahkan oleh masyarakat, uang masyarakat haji dititipkan ke BPKH untuk dikelola secara baik," kata Ade kepada Republika, Kamis (16/11/2023).

Ade menegaskan, maka BPKH tidak boleh ditinggalkan dalam penentuan usulan BPIH. Pelaksana teknisnya pemerintah, tapi uang umat atau masyarakat haji ada di BPKH. Kalau keberpihakannya kepada menurunkan harga tanpa mengurangi kualitas, maka ajak BPKH.

Menurut Ade, sebaiknya tidak tiba-tiba melontarkan harga yang tinggi tanpa ada sebuah landasan, kompromi, dan harmonisasi dengan lembaga lainnya. Karena nantinya jamaah haji pasti keberatan.

Ade mengatakan, pemerintah dalam menyampaikan usulan BPIH Rp 105 juta tidak boleh mengeluarkan angka bulat begitu saja. Tentu harus ada alasannya dan ada studi lapangannya, kenapa biaya haji naik hingga Rp 105 juta. Sehingga kenaikan dari angka awal menjadi angka Rp 105 juta menjadi terlihat wajar.

"Kalau saya usul saja supaya tidak gaduh di masyarakat, karena sekarang tahun politik seharusnya dibuat bahwa pemerintah mengusulkan BPIH antara batas atas dengan bawah, misalkan batas atas Rp 105 juta dan batas bawahnya berapa," ujar Ade.

Ade mengatakan, adanya batas bawah dan batas atas supaya bisa diambil jalan tengah. Jadi buat saja ketentuan batas bawahnya berapa, dan batas atasnya berapa. Sehingga jamaah haji punya perkiraan berapa kira-kira yang perlu dibayarkan untuk melunasi biaya haji.

Ia menegaskan, perlu juga dijelaskan dari beberapa komponen layanan haji yang ada, mana komponen yang berpeluang naik harga sehingga harganya menjadi tinggi. Hal ini pun harus transparan karena sampai saat ini belum ada transparansi dari mana Rp 105 juta itu diambil. 

"Tentu tidak tiba-tiba (Rp 105 juta), ini juga perlu ada transparansi komponen apa dan variabel apa yang berpotensi menjadi naik sehingga pemerintah mengambil keputusan itu, apakah avtur dan harga minyak dunia berubah atau harga pesawat yang akan melonjak tinggi atau pemondokan dan hotel-hotel yang ada di Makkah dan Madinah naik, ini adalah prediksi pasar yang ke depan akan terjadi perubahan sehingga wajar kalau naik," jelas Ade.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler