Kampung Wisata Maju Minus Sarana Pendidikan
Hafsah(Pemerhati Masalah Umat)
Hafsah(Pemerhati Masalah Umat)
Kampung Malahing merupakan salah satu permukiman di atas laut di wilayah pesisir, Kecamatan Bontang Selatan. Kondisi ini membuat
para pelajar dari Kampung Malahing berangkat ke sekolah melalui dermaga Pelabuhan Tanjung Laut, menggunakan perahu ketinting.
waktu tempuh 15-30 menit, tergantung berapa besar kapasitas mesin perahu yang digunakan.
Sarana pendidikan yang tersedia hanya sampai jenjang kelas V, sehingga kelas VI dan seterusnya harus keluar bersekolah dari pulau tersebut. Ketua RT 30 Kampung Malahing Nasir Lakadda mengatakan saat ini ada sekitar 10 orang pelajar dari tempatnya, yang bersekolah di darat.
Menurut Nasir biaya yang dikeluarkan para orang tua pelajar itu berkisar Rp 300 ribu per bulan hanya untuk membayar sewa ojek kapal. Sementara, pendapatan mereka juga tidak menentu.
Sebelumnya ada kapal bantuan dari perusahaan, namun karena kondisinya sudah tua dan rusak maka kapal tersebut tidak bisa beroperasi. (Tribunkaltim.Co 25/10/2023)
Disisi lain, Desa Malahing malah dikembangkan menjadi tempat rekreasi. Posisinya berada ditengah pulau menjadi daya tarik sebagai destinasi wisata.
Berkat kerja sama seluruh instansi, masyarakat maupun perusahaan sehingga Kampung Malahing dianugerahi sebagai Desa Wisata Maju pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Ditunjuknya Kampung Malahing menjadi destinasi wisata tingkat nasional, menjadi kabar gembira bagi masyarakat Kota Bontang.
Pasalnya, wisata Kampung Malahing diklaim mendorong perekonomian masyarakat setempat dan menjadi sumber pemasukan bagi PAD (Pendapatan Asli Daerah).
Realitanya, menurut Kepala Dinas Pariwisata Kaltim, Ahmad Herwansyah menjelaskan secara PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kaltim, pariwisata hanya menyumbang 0,82 persen, karena perbandingannya batubara yang jadi sektor unggulan saat ini.
Sungguh sebuah ironi bagi anak-anak pelajar di Desa Malahing. Ditengah prestasi sebagai kampung wisata dan kokohnya berdiri perusahaan tambang batubara, minyak, gas dan pabrik pupuk, mereka malah hidup terbelakang dengan minim fasilitas terutama akses sarana pendidikan.
Pendidikan merupakan hak utama bagi rakyat. Apapun cara dan bentuknya, penyediaan sarana dan prasarana menjadi kewajiban Pemerintah setempat untuk menyediakannya. Terlebih perusahaan yang ada disekitar telah membantu sebagai sumbangsih, mestinya Pemda justru tidak banyak terbebani.
Pemda setempat lebih konsen mendongkrak perekonomian masyarakat melalui wisata. Tentu sangat baik, namun tidak dapat menjadi tumpuan ekonomi rakyat. Nyatanya, wisatawan hanya bisa datang pada saat liburan saja, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, penduduk Malahing harus tetap berjibaku dengan pekerjaan utamanya, yakni melaut.
Kenyataan yang dihadapi rakyat dengan melambungnya harga bahan pokok, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan tentu menjadi beban berat. Maka tidak tepat jika hanya mengeksplore keindahan alam hanya untuk dinikmati wisatawan, tapi mengabaikan hal lain yang lebih penting, yakni urusan pendidikan.
Hal yang tak kalah penting harus diperhatikan adalah dampak dari maraknya tempat wisata. Pengaruh liberalisasi pergaulan yang ditularkan akibat banyaknya pendatang dari kota. Nilai-nilai yang tertanam pada masyarakat setempat akan bergeser dengan gaya hidup bebas.
Termasuk pendangkalan akidah melalui ritual kesyirikan pada acara pesta laut turut menjadi perhatian.
Paradigma berfikir kapitalis jelas sangat berpengaruh dalam hal ini.
SDA yang melimpah di Kota Bontang setidaknya bisa menghidupi masyarakat setempat, namun angka pengangguran masih tinggi. Banyaknya perusahaan setidaknya bisa memenuhi lowongan pekerja lokal untuk mendongkrak perekonomian masyarakat setempat.
Dalam Islam, kebutuhan pokok rakyat menjadi prioritas, terutama pendidikan dan kesehatan. Untuk itu, negara akan menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan yang memadai.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dana diambil dari Baitul Mall yang telah tersedia pada masing-masing pos pelayanan.
Pada zaman kejayaan Islam diera Umar bin Khattab dipandang sebagai seorang penggagas terbentuknya ilmu pemerintahan Islam. Ia mengaturnya dengan membaginya menjadi beberapa daerah kecil untuk lebih mudah mengkoordinirnya. Beliau juga membentuk pusat-pusat pendidikan di berbagai kota, sehingga kemajuan pendidikan begitu pesat apalagi di dorong oleh keadaan negara yang stabil dan aman.
Lembaga pendidikan pada masa pemerintahan Umar masih sama dengan masa pemerintahan Abu Bakar yaitu masjid dan kuttab. Kuttab adalah pusat pengajaran tertua dalam konteks sejarah di kalangan kaum muslimin. Ahli sejarah Islam mengatakan bahwa dunia Arab telah mengenalnya sebelum kedatangan Islam.
Kuttab pada abad pertama hijriah merupakan salah satu prioritas utama yang sangat diperhatikan urusannya, karena sebagai gerbang pintu menuju pengajaran yang lebih tinggi. Kuttab ini menyerupai Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada masa sekarang (Raghib As Sirjani, 2011: 203).
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maka negara akan konsen dalam mengurus harta milik rakyat yaitu SDA. Sehingga masalah sarana dan prasarana pendidikan mampu direalisasikan tanpa harus bergantung pada sektor pariwisata. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan SDA yang menjadi harta milik umum kepada individu, swasta, ataupun asing.
Adapun pariwisata bukan menjadi penopang ekonomi negara. Islam memandang tempat rekreasi adalah wadah untuk bertafakur tentang kebesaran dan keindahan alam yang Allah Taala berikan, seperti pantai, pegunungan, air terjun, serta peninggalan bangunan bersejarah Islam, bisa menjadi objek wisata sebagai sarana dakwah.
Tujuannya, menanamkan pemahaman Islam, menunjukkan kehebatan Islam, dan mempertebal keyakinan atas keagungan Islam kepada wisatawan yang berkunjung ke objek wisata tersebut.
Serta untuk mencari dan menyebarkan pengetahuan, untuk belajar ilmu pengetahuan.Tujuan besar lainnya adalah untuk syiar dan menunjukan keagungan Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu a'lam bisshowab