Warga Gaza Abaikan Larangan Zionis Israel untuk Kembali, ‘Kami Ingin Lihat Rumah Kami’   

Hamas Israel sepakat melakukan genjatan senjata

AP Photo/Hatem Ali
Guru bahas Inggris Tariq Al-Annabi di sekolah PBB Rafah, Jalur Gaza Ahad (26/11/2023). Hamas Israel sepakat melakukan genjatan senjata
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Dengan anak-anak dan hewan peliharaan di gendongan mereka dan barang-barang mereka dimasukkan ke dalam gerobak keledai atau atap mobil, ribuan pengungsi Gaza memilih kembali pulang ke rumah pada hari Jumat (24/11/2023), ketika gencatan senjata empat dimulai. 

Baca Juga


Hiruk pikuk perang digantikan klakson kemacetan lalu lintas dan sirene ambulans yang menerobos kerumunan orang yang keluar dari rumah sakit tempat mereka mengungsi. 

Selama hampir tujuh minggu, serangan Israel di Jalur Gaza terus berlanjut. Namun pada Jumat pagi, tidak ada lagi tembakan yang terdengar di Khan Yunis, di selatan wilayah Palestina. 

Hayat al-Muammar termasuk di antara mereka yang bergegas mengambil kesempatan dari perjanjian gencatan senjata, yang menyatakan bahwa sandera yang disita dari Israel akan dibebaskan dengan imbalan tahanan Palestina.

“Saya akan pulang,” kata pria berusia 50 tahun yang berlindung di sebuah sekolah.

“Kami melarikan diri dari kematian, kehancuran, dan segalanya,” katanya dilansir dari Alarabiya, Jumat (24/11/2023).

“Saya masih tidak mengerti apa yang terjadi pada kami mengapa mereka melakukan ini pada kami?” dia bertanya. 

Kehidupan warga Gaza telah berubah drastis sejak Israel terus-menerus membombardir jalur Gaza, sebagai pembalasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober.

Pemboman berkelanjutan Israel selama berminggu-minggu telah menyebabkan sekitar 15 ribu orang mati syahid, sekitar dua pertiganya adalah wanita dan anak-anak, kata pemerintah Hamas di Gaza.

Sekitar 1,7 juta dari 2,4 juta penduduk wilayah ini diperkirakan telah mengungsi, kata PBB. Dengan lebih dari separuh rumah rusak atau hancur menurut PBB, warga Gaza tidak yakin apakah mereka masih memiliki tempat tinggal ketika mereka kembali.

Baca juga: Sungai Eufrat Mengering Tanda Kiamat, Bagaimana dengan Gunung Emasnya?

Sambil mencambuk seekor keledai yang menarik gerobaknya, Ahmed Fayad (30), berangkat kembali ke desanya bersama 70 anggota keluarganya yang menurutnya mengungsi di sebuah sekolah. 

Seorang pria lanjut usia lewat sambil membawa tas di bahunya, mengatakan bahwa dia merasa cukup aman untuk kembali ke rumahnya, meski berada di dekat perbatasan dengan Israel.

Di sekitar mereka, banyak pria, wanita dan anak-anak berjalan kaki, kereta atau tuk-tuk dengan membawa sedikit barang yang mereka bawa ketika perang dimulai. Seorang wanita menggendong kucingnya di jalanan.  

Sebagian besar wilayah Gaza telah rata dengan tanah akibat ribuan serangan udara, dan wilayah tersebut menghadapi kekurangan makanan, air, dan bahan bakar.

Israel telah meminta warga Palestina untuk pindah dari Gaza utara demi keselamatan mereka.

Pesawat-pesawat tempur Israel di Gaza selatan menjatuhkan selebaran yang memperingatkan masyarakat agar tidak kembali ke utara.

“Perang belum berakhir,” mereka membaca. “Kembali ke utara dilarang dan sangat berbahaya!!!”

Khaled al-Halabi meninggalkan rumahnya di Gaza utara pada awal perang, menuju Rafah di ujung selatan perbatasan Mesir-Gaza. “Saya berharap saya bisa pergi dan melihat rumah saya,” katanya.

Dia tidak berencana mengambil risiko dalam perjalanan pulang, tapi setidaknya dengan gencatan senjata, “Kita akhirnya bisa bernapas lega setelah 48 hari,” katanya, menyambut kedatangan truk bantuan dari negara tetangga Mesir.

Raed Saqer, yang mengungsi di Rafah, berharap janji peningkatan bantuan akan menjadi kenyataan.

“Kami membutuhkan gencatan senjata ini untuk merawat mereka yang terluka, sehingga masyarakat bisa sedikit pulih, karena para pengungsi dari utara sedang mengalami tragedi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata,” katanya “Kami berharap ini adalah langkah pertama menuju gencatan senjata yang pasti,” katanya.

Sementara itu, Israel dan Hamas telah memulai gencatan senjata selama empat hari, Jumat (24/11/2023). Sebagai bagian dari kesepakatan, Hamas membebaskan 13 warga Israel yang mereka sandera.

Baca juga: Syekh Isa, Relawan Daarul Quran di Gaza Syahid Sekeluarga dan Kisah Putri Dambaannya

Gencatan senjata dimulai pada pukul 07:00 waktu setempat dan berlaku menyeluruh di wilayah selatan serta utara Gaza. Selama gencatan senjata berlangsung, bantuan kemanusiaan akan dialirkan ke Gaza, termasuk di dalamnya bahan bakar.

Sejak menggempur Gaza pada 7 Oktober 2023, Israel diketahui melarang pengiriman bahan bakar ke Gaza.

Sejauh ini jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat serangan Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah melampaui 14.500 jiwa. Mereka termasuk 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan. Sementara korban luka mencapai sekitar 33 ribu orang.   

Sumber: alarabiya 

  

Sebulan Genosida di Gaza - (Republika)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler