AS Tolak Adanya Gencatan Senjata Permanen di Jalur Gaza
Militer Israel melancarkan puluhan serangan udara ke Jalur Gaza pada Jumat pagi.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali menyuarakan penentangan atas gagasan penerapan gencatan senjata permanen di Jalur Gaza. Washington hanya mendukung jeda kemanusiaan seperti yang sudah dilakukan Israel dan Hamas.
"Kami tidak mendukung gencatan senjata permanen. Saat ini, kami mendukung gagasan jeda kemanusiaan," kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby kepada awak media di Washington, Kamis (30/11/2023), dikutip Anadolu Agency.
Dia menambahkan, seperti yang sudah dilakukan Hamas dan Israel sejak 24 November 2023, AS menginginkan agar jeda kemanusiaan di Gaza terus diperpanjang. “Namun, pada akhirnya, Israel dan Hamas harus menyetujui parameter perpanjangan perjanjian tersebut. Tapi, di AS mereka akan terus menemukan pendukung untuk perpanjangan perjanjian tersebut,” ujar Kirby.
Sementara itu, militer Israel telah melancarkan puluhan serangan udara ke Jalur Gaza pada Jumat (1/12/2023) pagi waktu setempat. Agresi kembali diluncurkan menyusul berakhirnya kesepakatan gencatan senjata sementara dengan Hamas.
Radio Angkatan Darat Israel melaporkan, pesawat-pesawat tempur Israel melancarkan puluhan serangan ke Gaza hanya beberapa menit setelah berakhirnya kesepakatan gencatan senjata pada pukul 07.00 waktu setempat. Menurut seorang koresponden Al Arabiya, daerah dekat Rumah Sakit Nasser di Khan Younis dan sebuah rumah di Kota Gaza menjadi target dari serangan jet tempur Israel.
Jet tempur Israel juga dilaporkan melakukan pengeboman di kota Abasan. Sebelum gencatan senjata berakhir, militer Israel menuduh Hamas melanggar ketentuan kesepakatan.
“Hamas melanggar jeda operasional, dan sebagai tambahan, mereka melepaskan tembakan ke arah wilayah Israel,” katanya.
Militer Israel mengungkapkan, mereka mencegat sebuah roket yang diluncurkan dari Gaza pada Jumat pagi. Serangan roket itu disebut mengaktifkan sirene peringatan serangan udara di daerah Israel menjelang pukul 07.00 waktu setempat.
Hamas belum merilis keterangan terkait serangan tersebut. Merespons hal itu, militer Israel kemudian mengumumkan bahwa operasi penumpasan Hamas di Gaza dilanjutkan.
Hamas sebelumnya disebut bersedia memperpanjang lagi gencatan senjata dengan Israel selama satu hari hingga Sabtu (2/12/2023). “Para mediator saat ini melakukan upaya yang kuat, intens, serta berkelanjutan untuk satu hari tambahan dalam gencatan senjata dan kemudian berupaya untuk memperpanjangnya lagi pada hari-hari lainnya,” kata sumber yang dekat dengan Hamas, dikutip laman Al Arabiya.
Mesir dan Qatar selaku mediator telah mendorong Hamas serta Israel untuk menyepakati lagi perpanjangan gencatan senjata selama dua hari di Jalur Gaza. “Mesir akan terus mengerahkan upaya maksimalnya untuk memastikan berlanjutnya aliran bantuan kemanusiaan ke utara dan selatan Jalur Gaza,” kata badan media Pemerintah Mesir dalam sebuah pernyataan, Kamis.
Pada Kamis kemarin, sebagai bagian dari kesepakatan perpanjangan gencatan senjata, Hamas bersedia membebaskan lagi 10 warga Israel yang mereka sandera sejak 7 Oktober 2023. Sebagai imbalannya, Israel membebaskan 30 tahanan Palestina dari penjara-penjara di Tepi Barat.
Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023, Hamas disebut menculik lebih dari 240 orang dan membawa mereka ke Gaza. Mereka terdiri atas warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing.
Sejak memulai gencatan senjata pada 24 November 2023, Hamas sudah membebaskan 70 warga Israel dan 24 warga asing dari penyanderaan. Sebagai imbalannya, Israel telah membebaskan 210 tahanan Palestina. Pertukaran sandera dan tahanan itu disambut positif oleh berbagai negara.
Sementara itu, sejauh ini jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menembus 15 ribu jiwa. Mereka termasuk 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan. Sedangkan korban luka mencapai 33 ribu orang.