Pengamat: Sukarela atau Terpaksa, Sektor Pertanian di Indonesia Bakal Ditinggalkan

Ia menerangkan, sektor pertanian perlu perhatian ekstra serius.

Republika/Wihdan Hidayat
Petani memanen tanaman padi secara tradisional di persawahan kawasan Minggir, Sleman, Yogyakarta, Selasa (5/12/2023).
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data Sensus Pertanian 2023 Tahap I pada Senin (5/12/2023). Salah satu hasil sensus menunjukkan, adanya penurunan jumlah petani dari 31,71 juta unit usaha pertanian tahun 2013 menjadi 29,3 juta pada 2023 atau terjadi penurunan 2,3 juta petani dalam 10 tahun terakhir. 

Baca Juga


Pengamat Pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, menjelaskan, hasil dari Sensus Pertanian 2023 relatif mengejutkan. Ia menerangkan, sektor pertanian perlu perhatian ekstra serius. Pasalnya dari tahun ke tahun, pertanian terus mengalami penurunan kinerja. 

Meski neraca perdagangan pertanian masih surplus, namun faktanya itu disumbang subsektor perkebunan, khususnya sawit. Sementara, komoditas perkebunan yang lain atau subsektor yang lain terus mengalami keterpurukan. Salah satunya tecermin dari impor pangan, baik nilai maupun volume, yang terus naik. 

Di sisi lain, pertanian masih menjadi gantungan hidup banyak warga perdesaan. Namun, gantungan hidup ini ditandai dengan kondisi yang semakin gurem dengan produktivitas rendah yang ujungnya juga tak memberikan kesejahteraan. Sebagai catatan, petani gurem ialah mereka yang memiliki lahan sangat kecil yakni kurang dari 0,25 hektare.

“Pelan tapi pasti, sektor pertanian bakal ditinggalkan para pelakunya. Secara sukarela atau terpaksa,” kata Khudori dalam pernyataan tertulisnya diterima Republika.co.id, Selasa (5/12/2023). 

Khudori mengatakan, asumsi itu tercermin dari hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1. Di mana, unit usaha pertanian perorangan (UTP) turun 7,45 persen dari 31,71 juta unit dalam sensus 2013 menjadi hanya 29,34 juta pada sensus 2023. 

Sementara jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum (UPB) sebanyak 5.705 unit, naik 35,54 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 4.209 unit. Kenaikan juga terjadi pada jumlah usaha pertanian lainnya (UTL) dari 5.982 menjadi 12.926 unit.

“Masalahnya, di tengah penurunan unit usaha pertanian (perorangan), jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) pada 2023 justru meningkat 8,74 persen dari 26,14 juta rumah tangga pada 2013 jadi 28,42 juta rumah tangga pada 2023,” ujarnya. 

Khudori menjelaskan, hal ini membuat rasio UTP terhadap RUTP turun dari 1,21 pada 2013 menjadi 1,03 pada 2023. 

“Ini berarti dari tiap 100 rumah tangga usaha pertanian ada penurunan 18 unit usaha pertanian perorangan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir Tampak kian banyak petani yang meninggalkan sektor pertanian. Entah sukarela atau terpaksa oleh keadaan,” jelasnya. 

Di saat bersamaan, petani semakin menua, sementara petani muda porsinya kian menurun. Proporsi petani pengelola UTP berusia 55-64 tahun meningkat dari 20,01 persen pada 2013 menjadi 23,3 persen pada 2023. 

Begitu pula untuk petani berusia 65 tahun ke atas yang proporsinya meningkat dari 12,75 persen menjadi 16,15 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Sebaliknya, petani berusia 25-34 tahun menurun dari 11,97 persen pada 2013 menjadi 10,24 persen pada 2023. Begitu pula petani berusia 35-44 tahun proporsinya menurun dari 26,34 persen pada 2013 hanya tersisa sebesar 22,08 persen pada tahun 2023. 

Sementara itu, generasi Z maupun milenial, telah digadang-gadang menjadi solusi regenerasi petani yang usianya tua. Generasi Z dan milenial yang lebih melek digital diyakini lebih mudah mengadopsi teknologi digital untuk memodernisasi praktik di pertanian. 

“Sayangnya, harapan itu pupus. Sepertinya, generasi Z dan milenial tetap tidak tertarik menekuni sektor pertanian karena ekosistem di sektor ini masih belum sepenuhnya terbentuk. Ekosistem yang ada justru mempersulit pelaku, yang ujungnya kerap kali merugi dan bikin jera,” kata Khudori. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler

Prakiraan Cuaca 21 Oktober 2024 Daerah Bekasi dan Sekitarnya | Cerah REPUBLIKA.CO.ID, Bekasi dan sekitarnya akan mengalami cuaca yang pada umumnya cerah sepanjang hari ini. Berikut adalah prakiraan cuaca untuk beberapa kota di provinsi Jawa Barat pada tanggal 21 Oktober 2024. Bekasi Pada pagi hari di Bekasi, cuaca diperkirakan cerah dengan suhu sekitar 29°C. Angin bertiup dari arah utara ke selatan dengan kecepatan 6 m/s dan kelembapan sekitar 63%. Menjelang siang, cuaca masih tetap cerah tanpa perubahan signifikan dalam suhu. Saat sore hari, kondisi cerah berlanjut dengan angin yang perlahan bergeser dari timur ke barat sekitar 3.3 m/s. Kelembapan meningkat menjadi 75% pada malam hari, ketika suhu menurun hingga 27°C, menyisakan langit yang cerah berawan. Kota Bekasi Di Kota Bekasi, cuaca pagi juga cerah dengan suhu 29°C. Angin bertiup dari barat laut ke tenggara pada kecepatan 6.6 m/s, serta kelembapan berada di kisaran 67%. Pada siang hari, cuaca mempertahankan kecerahannya. Sore hari tidak menunjukkan perubahan signifikan dalam cuaca, sementara di malam hari, langit tetap cerah dengan suhu turun menjadi 27°C. Angin berhembus dari arah timur ke barat pada kecepatan 4.1 m/s dengan kelembapan sebesar 75%. ====== Karawang Karawang akan mengalami cuaca cerah pada pagi hari dengan suhu sekitar 29°C. Angin bergerak dari timur laut ke barat daya pada kecepatan 6.3 m/s, dan kelembapan di angka 66%. Memasuki siang, cuaca tetap cerah dan stabil. Pada sore hari, kelembapan udara di Karawang meningkat serta langit mulai berawan menjelang malam. Suhu di malam hari diperkirakan 28°C dengan angin dari tenggara ke barat laut berkecepatan 2.6 m/s dan kelembapan naik hingga 76%. Secara keseluruhan, cuaca di ketiga kota tersebut menunjukkan pola yang cerah dengan sedikit awan di malam hari. Meski demikian, tidak ada indikator hujan atau badai untuk hari ini. Tercatat pada malam hari terdapat peningkatan kelembapan, namun cenderung masih dalam kategori nyaman.