Alasan Gubernur Jakarta Ditunjuk dan Diberhentikan oleh Presiden di RUU DKJ

Di RUU DKJ, gubernur Jakarta tidak dipilih langsung oleh rakyat tapi oleh Presiden.

Antara/M Agung Rajasa
Bendera Merah Putih berkibar di Silang Monas, Jakarta. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Wahyu Suryana

Baca Juga


Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) telah disetujui menjadi usulan inisiatif DPR. Jika didalami isi drafnya, Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ nantinya ditunjuk dan diberhentikan Presiden.

Antara lain ada di Pasal 10. Ayat 1 berbunyi, "Provinsi DKJ dipimpin oleh Gubernur dan dibantu oleh Wakil Gubernur". Ayat 2 berbunyi. "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat dan diberhentikan presiden".

"Dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," tulis RUU tersebut.

Adapun ayat 3 berbunyi, "Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan"

Ayat 4, "Ketentuan mengenai penunjukkan, pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dengan Peraturan Pemerintah". Draft RUU DKJ ini diketahui hasil pembahasan pleno penyusunan RUU, pada Senin (4/12/2023).

 

Terkait RUU Daerah Khusus Jakarta, hampir semua fraksi-fraksi di DPR RI memberikan persetujuan menjadi inisiatif DPR. Fraksi PKS menjadi satu-satunya yang menolak, sedangkan Fraksi PDIP hanya memberikan catatan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menjelaskan beberapa alasan pemilihan gubernur Jakarta oleh presiden yang diatur dalam draf RUU DKJ. Salah satu alasannya adalah banyaknya aset nasional di Jakarta.

"Banyak aset-aset nasional milik pemerintah pusat itu masih ada di Jakarta. Sehingga masih perlu campur tangan dari pemerintah pusat," ujar Baidowi kepada wartawan, Selasa (5/12/2023).

Ia menjelaskan, pindahnya ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tak dilakukan dengan instan. Ada proses yang bertahap untuk memindahkan pusat pemerintahan ke sana.

"DPR itu berkantor di Nusantara itu masih lama, gedung DPR itu masih di sini, kementerian masih di sini, terus mau diapakan? Mau dilepas begitu saja kan tidak mungkin," ujar Baidowi.

"Jadi masih ada keterkaitan antara IKN Nusantara dengan Daerah Khusus Jakarta. Itulah yang kemudian membuat kita win-win solution-nya seperti itu," sambungnya.

Menurut Baidowi, meski gubernur dan wakil gubernur DKJ dipilih oleh presiden, namun keputusan presiden tetap memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD.

"Itu proses demokrasinya di situ (pendapat dari DPRD) Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang, karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung," ujar Baidowi.

Ia menjelaskan, pemilihan gubernur oleh presiden menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan di Jakarta. Termasuk yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya.

Bahkan awalnya ada pandangan, gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden tanpa meminta pendapat DPRD. Namun ada yang mengingatkan, Pasal 18a Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjelaskan bahwa kepala daerah otonom harus dipilih oleh rakyat.

"Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ujar Baidowi.

Cagar budaya Jakarta - (Republika)

 

 

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menjadi satu-satunya yang menolak RUU DKJ. Sebab, Jakarta masih dianggap layak sebagai ibu kota negara Indonesia.

"Kami menyimpulkan bahwa DKI Jakarta masih layak menjadi ibu kota negara," ujar anggota DPR Fraksi PKS Hermanto dalam rapat paripurna, Selasa (5/12/2023).

Terdapat delapan poin penolakan dari Fraksi PKS terhadap penetapan RUU DKJ menjadi RUU usul inisiatif DPR.  Pertama, Fraksi PKS berpandangan bahwa penyusunan RUU DKJ tergesa-gesa dan terkesan ugal-ugalan. Padahal, peraturan terkait Jakarta yang tak lagi sebagai ibu kota negara seharusnya sudah ada sebelum Undang-Undang Nomor 3 tentang Ibu Kota Negara (IKN).

"Karena penerapan Undang-Undang Pemerintah Daerah pada Jakarta membutuhkan banyak penyesuaian dan membutuhkan masa transisi yang panjang," ujar Hermanto.

Kedua, Fraksi PKS mengacu Pasal 41 Ayat 2 UU IKN yang dijelaskan, undang-undang terkait Jakarta yang tak lagi menjadi ibu kota negara harus selesai dua tahun setelah UU IKN diundangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka tak yakin RUU DKJ selesai dengan tetap mengedepankan keterbukaan pembahasannya.

Ketiga, rancangan pemindahan Jakarta menjadi pusat ekonomi ini akan berimplikasi terhadap Jakarta secara keruangan implikasi perubahan regulasinya. Keempat, RUU Daerah Khusus Jakarta belum melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna atau meaningful participation.

"Kelima, bahwa memaksakan pembahasan dalam waktu yang sangat sempit selain mempertaruhkan substansi peraturan, juga akan berdampak pada terbatasnya waktu bagi masyarakat berpartisipasi dalam proses penyusunan RUU Jakarta," ujar Hermanto.

Keenam, dalam Pasal 22 Ayat 1 draf RUU DKJ tidak disebutkan adanya lembaga adat dan kebudayaan Betawi. Khususnya dalam pemajuan kebudayaan, pelibatan badan usaha, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam pemajuan kebudayaan.

Ketujuh, usulan pemilu gubernur, wakil gubernur, bupati wali kota, dan wakil wali kota perlu dipertahankan untuk mewujudkan demokrasi secara lebih konsisten. Atau sebagai alternatif, dapat mengusulkan mekanisme pemilihan oleh anggota DPRD jika yang ingin dikedepankan adalah pertumbuhan ekonomi yang membutuhkan kestabilan politik.

"Delapan, bahwa belum terlihat aturan yang memperlihatkan memberikan kekhususan yang dapat mempertahankan bahkan meningkatkan posisi Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia," ujar Hermanto.



Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono optimistis bahwa draf RUU DKJ tidak bakal mengubah sesuatu yang sudah baik, khususnya ketika berstatus sebagai daerah khusus ibu kota (DKI). Heru kepada wartawan di Rumah Pompa Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa, memastikan bahwa nasib Jakarta ke depan akan baik-baik saja karena tidak ada perubahan yang fundamental terkait kekhususan Jakarta pada draf itu. 

"Sebelum ada draf yang baru, Jakarta sudah menjadi pusat perekonomian nasional. Ya bagus saja nasib Jakarta, kan namanya Jakarta fasilitasnya sudah cukup, transportasinya sudah cukup baik, sistem perekonomian baik. Saya rasa tetap bisa menarik investasi dan pertumbuhan ekonominya, mudah-mudahan bisa positif," kata Heru dikutip Antara.

Heru tidak berkomentar terkait maksud dari Pasal 10 ayat 2 Bab IV draf RUU DKJ yang ramai diperbincangkan bahwa gubernur dan wakil gubernur dapat ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD. Menurut Heru, draf RUU DKJ, sementara masih akan dibahas dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Tiga Opsi Solusi Atasi Polusi Udara Jakarta - (Infografis Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler