Inilah kisah Utusan VOC Van Goen Ketika Raja Mataram Membunuh Ribuan Ulama

Kisah kekuasaan Jawa yang brutal.

network /Muhammad Subarkah
.
Rep: Muhammad Subarkah Red: Partner
Amangkurat I. (ilustrasi/istimewa),

Mengacu pada sejarawan HJ De Graaf ketika meneliti tetang ‘Disintegarasi Mataram Van Goen adalah sosok sangat penting untuk membahas kebrutakan kekuasaan Jawa.


Sebagai utusan VOC, catatan Van Goen ini sangat berharga karena dia berada di kerajaan itu selama 20 tahun, yakni dari tahun 1633 hingga tahun 1664. Van Goen meyaksikan sendiri raja Jawa Amangkurat yang pemarah, bengis dan brutal. Periiakunya bertopeng penuh pecitraan diri karena serba kontradiksi. Raja dari luar tampaj berwibawa dan agung, tapi sebenarnya perilakunya buruk dan banal.

‘’Kalau dia marah bisa bunuh orang dengan cara menusukan keris kecil kepada orang yang dimarahi. Dia bisa membunuh dengan melempari orang dengn cundrik seperti kebiasaan dia makan sirih. Gampang dan biasa saja,’’ tulis Van Goen.

Tak hana itu, Van Goen juga membuat catatan khusus bagaimana seorang raja Jawa tega membunuh puluhan ulama dalam waktu yang singkat yakni dari saat matahari terbit hingga matahari setinggi penggalah. Masih pagi sekali. Singkat.

Perilaku brutal dan pemarah Amangkurat ini terjadi karena para ulama kala itu mendukung seterunya Pangeran Alit. Tak cukup dengan itu pesantren yang berada di pinggir bengawan solo dari Mataram ke Gresik diratakan dengan tanah.

Van Goen menulis begini dalam catatannya. Kala itu Pangeran Alit memang mencari dukungan ‘para pemuka Islam untuk melawan Sunan Amangkurat. Maka Sunan pun sibuk memeras otak untuk mencari cara bagaimana dapat membalas dendam kepada para pemuka Islam. Sultan pun ingin agar pembunuhan itu jangan sampai menimbulkan kesan bahwa dialah otak di balik kompolotan pembunuhan iu.

Maka kemudian dipanggilah empat orang kepercayaanya yang sebaya dan telah mengabdi kepadanya sejak masa mudanya. Kala itu, mereka pun sudah mengisi kedudukan yang ditinggalkan oleh pembesar-pembesar yang terbunuh itu, dan sudah mempunai banyak anak buah.


Keempat orang kepercayaan Sunan Amangkurat itu adalah:

1. Kemenakannya “Raden Mas, dan sekarang Pangeran Aria”. Kemenakannya itu sudah sering disebut, misalnya pada tahun 1652, ketika dia bermain-main dengan salah seorang Wanita yang paling dicintai raja sewaktu menyabung ayam jago atau menjadi saingan Raja pada bertandingan gada berkuda.

2. Tumenggung Nataairwara, yang selama perjalanan Van Goen (1684) masih Bernama Kiai Sata, tetapi pada tahun 1649 diangkat sebagai tumenggung wilayah Pati, nama yang paling banyak dipakai untuk dirinya.

3. Tumenggung Suranata, sekarang “Tumenggung Demak”, agak pasti sedikitnya sejak tahun 1652.

4. Kiai Ngabehi Warapatra “orang kesayangan terbesar Raja, yang membunuh Wiraguna dengan keris” seorang dari kasta keturunan rendah.

Keempat pembesar inilah yang menerima perintah untuk bersama-sama anak buah mereka menyebar ke empat penjuru angin dan berusaha keras supaya ‘jangan seorang pun dari apa yang disebut pemuka-pemuka agama dalam seluruh yuridiksi Mataram luput dari pembunuhan”.

Supaya rencana ini dapat behasil lebih baik, naka diperintahkan oleh Sunan supaya sebelumnya anak buah mereka menyelidiki nama keluarga dan alamat para pemuka agama itu. Ini dianggapnya sebagai siasat yang baik supaya mereka semua dapaty dibunuh dengan sekali pukul.


Raja sementara itu tidak memperlihatkan diri di luar keraton. Tetapi menyuruh sidang-sidang peradilan yang diadakan setiap minggu terus berlangsung di dalam keraton (padahal semestinya di Sitinggil), karena dalam hal demikian ia biasanya bertindak amat teliti.

Setelah memperoleh semua keterangan yang diperlukan, diberikannya [erintah-perintah terakhir keada orang-orang kepercayaanya itu supaya mereka bertindak sebaik-baiknya dan semua orang laki-laki dan Wanita, dan juga anak-anak yang tidak bersalah.

Isyarat untuk pembantaian besar-besaran itu adalah bunyi tembakan dari Istana (dari Meriam Sapujagat atau Pancawara). Sunan pun mengamkan dirinya dengan pengawal-pengawal pribadi yang Tangguh di bawah pimpinan orang-orang yang paling dipercayai. Temoat pembunuhan itu berada di alun-alun keratin yang berada di depan Istana.

Belum setengah hjam berlalu setelah terdengan bunyi tembakan, 5 sampai 6 jiwa dibantai dengan cara mengerikan. Dan karena itu sudah sering terjadi, maka Sunan pun ingin mengelakan tanggunhjawab atas tindakan kekerasannya itu.

Imbasnya, pada keesokan harinya ketika tampil tampak wajah Sunan yang marah dan terkejut sekali. Sejam lamanya Sunan tak bicara sepatah katapun, dan ini membuat orang lebih merasa tercekam. Tidak ada seorang pun yang berani mengangkat kepalanya apalagi memandang wajah “Sunan”.

Beberapa saat kemudian Sunan berkata kepada pamannya, Pangeran Purbaya” bila para pemuka agama seharusnya menjadi teladan bagi semua orang dalam perbuatan-perbuatan kebajikan. Sunan pun menuduh merekalah penyebab dari kematian adiknya, Pangeran Alit.


Setelah itu, ia menyuruh empat orang kepercayaanya menyeret ke depan bebera[a orang yang tidak turut terbunuh, yang segera mengaku bila dialah yang merencanakan mengangkat Pangeran Alit sebagai raja.

Seraya meledakan amarahnya, sunan menyuruh menyeret 7 atau 8 orang pembesar yang dicurigainya dan mereka dibunuh. Akhirnya Sunan kemudian masuk kembali ke kraton meninggalkan semua pembesar yang sudah tua dan diangkat semasa pemerintahan ayahnya (Sultan Agung) itu dalam keadaan mencekam dan penuh kekhawatiran.

Tetapi pada tahun 1648 Van Goen kemudian meklihat ada sebuah perkembangan baru yang aneh yaitu membunuh para pembesar yang sudah tua untuk digantikan yang muda. Masa-masa menjadi penuh pergolakan yang kemudian diselingi masa-masa yang lebih tenang. Setelah tiga tahun pertama yang mengganas berikutnya menyusul masa sedikitnya lima tahun yang kemudian memperlihatkan segi-segi Raja yang lebih baik.

sumber : https://algebra.republika.co.id/posts/253477/inilah-kisah-utusan-voc-van-goen-ketika-raja-mataram-membunuh-ribuan-ulama
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler