Pengamat: Pengembangan Ekonomi Syariah, Bukan Soal Hafalan Istilah
Indonesia masih ketinggalan dari Malaysia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan untuk memperlihatkan komitmen mengembangkan ekonomi syariah Indonesia di panggung global, tidak ada kaitannya dengan kemampuan hafalan istilah. Menurut Faisal, yang diperlukan adalah pemahaman pemimpin tentang apa yang perlu diperbuat dalam memperkuat berbagai sektor ekonomi syariah.
"Calon pemimpin apalagi sekelas capres dan cawapres, harus lebih kepada substansi. Tidak harus hafal kepanjangan dari SGIE," kata Faisal, Ahad (24/12/2023).
Faisal menyinggung mengenai pertanyaan tentang SGIE yang dilontarkan cawapres, Gibran Rakabuming Raka, kepada Muhaimin Iskandar pada saat debat cawapres, Jumat (22/12/2023) lalu di Jakarta Convention Center (JCC). Saat itu memang Muhaimin mengaku tidak tahu apa kepanjangan dari SGIE.
"Walaupun tidak harus hafal singkatan SGIE, itu tidak penting karena bukan singkatan umum. Bahkan, di antara ekonom mungkin juga tidak ada yang paham kecuali yang setiap hari fokus kepada pembahasan ekonomi syariah," ujar Faisal.
Faisal menjelaskan, yang paling utama yang harus diketahui calon pemimpin adalah memahami sisi kelebihan dan kekurangan dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Ia menilai, ekonomi syariah di Indonesia masih lemah pada sektor pariwisata dan industri pengelolaan keuangan.
Dari dua sektor tersebut menurut Faisal, Indonesia masih ketinggalan dari Malaysia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Agar dapat jadi negara peringkat satu SGIE, pemimpin di Indonesia, lanjut Faisal, harus berkomitmen penuh supaya sektor pariwisata dan industri pengelolaan keuangan Indonesia didominasi syariah.