Potensi Risiko Bagi Jokowi Jika Setujui Pengunduran Diri Firli Bahuri

Kalangan masyarakat sipil menyarankan Jokowi tak menerima pengunduran diri Firli.

Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK non aktif Firli Bahuri memberikan keterangan pers usai menyambangi Dewan Pengawas KPK di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (21/12/2023). Pada kesempatannya, Firli menemui Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean untuk mengabarkan terkait pengunduran diri dan tidak akan memperpanjang masa jabatannya sebagai Ketua KPK yang diklaim sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. Pengunduran diri itu buntut dari vonis dugaan pelanggaran etik yang menjerat Firli karena diduga melakukan pertemuan dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang kini telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Dessy Suciati Saputri

Baca Juga


Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menanggapi positif Istana yang belum menyetujui pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Boyamin mengungkapkan Istana mempertimbangkan risiko kalau menyetujuinya.

Boyamin mengamati Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sinyal agar Firli Bahuri menjalani proses hukum dan etik yang sudah di depan mata. Sehingga Boyamin menyebut Firli tak lagi dilindungi Istana.

"Saya paham Presiden Jokowi akhirnya seperti tidak melindungi lagi pak Firli dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum sampai pengadilan," kata Boyamin kepada Republika, Selasa (26/12/2023).

Boyamin menduga Istana ingin mempertahankan citra positif agar tak terseret masalah hukum dan etik yang dialami Firli Bahuri. Sebab, kalau Istana menyetujui pengunduran diri Firli maka sama saja membenarkan tudingan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo.

Sebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan pernah dimarahi Presiden Jokowi terkait kasus korupsi megaproyek E-KTP. Agus mengaku sempat dipanggil untuk menghadap Presiden Jokowi. Namun, ia mengaku heran karena biasanya dipanggil lengkap, tapi kala itu dipanggil sendiri tanpa empat komisioner KPK serta tidak melewati ruang wartawan. Hal inilah yang disinyalir bentuk intervensi Istana.

"Karena kalau intervensi atau setujui pengunduran diri seperti dalam kasus Agus Raharjo (Istana) bisa intervensi," ujar Boyamin.

Lebih lanjut, Boyamin optimistis Firli Bahuri bakal diganjar sanksi etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Pasalnya, Firli Bahuri kian menunjukkan gelagat terdesak. Apalagi Istana sampai saat ini belum menyetujui pemberhentiannya.

"Etik sudah disidang dan rasanya akan dinyatakan bersalah karena saya pelapornya. Saya sempat diperiksa dalam sidang juga," ujar Boyamin.

Sidang putusan pelanggaran etik Firli Bahuri dijadwalkan digelar pada 27 Desember 2023. Namun di waktu bersamaan Firli bakal diperiksa Bareskrim Polri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Sebelumnya, Firli Bahuri menyatakan mengundurkan diri dari lembaga antirasuah pada Kamis (21/12/2023). Hal tersebut dikatakan Firli setelah bertemu dengan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Firli menyebut surat pengunduran diri sudah disampaikan pada 18 Desember 2023 ke Istana. Isi suratnya menyatakan berhenti dari ketua KPK dan tidak melanjutkan masa perpanjangan jabatan.

Deretan kontroversi Ketua KPK Firli Bahuri. - (Republika)

 

Sebelumnya, pakar hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah merespons positif Istana yang belum menyetujui pemberhentian Firli Bahuri sebagai ketua KPK. Herdiansyah menyebut surat tersebut memang tidak bisa diteken Presiden Joko Widodo karena Firli tidak menyatakan eksplisit mengundurkan diri, melainkan berhenti dengan alasan masa jabatannya selesai selama 4 tahun.

 

"Saya sendiri berharap proses etik diselesaikan dulu oleh Dewas KPK," kata Herdiansyah kepada Republika, Senin (25/12/2023). 

Herdiansyah mendorong Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat terhadap Firli. Ia meyakini hal itu sudah mendapat lampu hijau dari Istana seiring surat pemberhentian Firli yang tak ditandatangani. 

"Firli harus dijatuhkan sanksi etik berat dalam bentuk pemberhentian dengan tidak hormat sebelum out dari KPK, sembari kasus pidananya tetap jalan," ujar Herdiansyah.

Herdiansyah tak ingin Firli kembali lolos dari jerat sanksi etik. Firli sudah pernah lari dari sanksi etik saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Firli saat itu ditarik ke institusi Polri dengan alasan promosi jabatan ketika tersandung kasus etik. 

"Jangan sampai mengulangi kejadian saat dia lolos sanksi etik ketika dulu keburu ditarik institusinya," ucap Herdiansyah. 

Hal ini serupa dengan eks Komisioner KPK kasus Lili Pintauli Siregar yang mundur sehingga proses etiknya selesai karena Dewas KPK kehilangan objek pengawasan etik jika komisioner KPK lebih dulu mundur. 

"Intinya, Firli memang sedang bersiasat untuk lolos dari sanksi etik, sebab dia tau posisinya sedang terpojok," ucap Herdiansyah. 


Karikatur Opini Republika : Ketua KPK Jadi Tersangka - (Republika/Daan Yahya)

Firli Bahuri mengirim surat pengunduran diri sebagai Ketua dan Komisioner KPK ke Presiden Jokowi untuk kedua kalinya. Surat tersebut guna memperbaiki surat sebelumnya yang ditolak oleh Istana.

Surat pengunduran diri dikirim Firli ke Jokowi lewat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) pertama kali pada 18 Desember 2023. Adapun surat pengunduran diri kedua diajukan Firli pada 23 Desember 2023 setelah ditolaknya surat pertama. 

"Surat pengunduran diri saya dari pimpinan KPK (ketua merangkap anggota) telah saya sampaikan kepada Mensesneg pada hari Sabtu tanggal 23 Desember 2023. Selanjutnya saya menunggu arahan dan keputusan Presiden," kata Firli dalam keterangannya yang diterima pada Selasa (26/12/2023).

Firli menerangkan dasar penolakan surat pengunduran diri pertama dan alasan mengajukan perbaikan surat pengunduran diri kedua. Dalam surat pertama, Firli menyebut telah genap bertugas di KPK selama 4 tahun pada 21 Desember 2023.

"Saya menyatakan berhenti dan tidak ingin diperpanjang masa jabatan sebagai Ketua merangkap Anggota KPK," ujar Firli.

Selanjutnya, pada Jumat (22/12/2023), Firli mendapat surat jawaban dari Kemensesneg isinya surat permohonan berhenti dari KPK tidak dapat diproses. Alasan Istana, isi surat pertama tak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Firli lantas memperbaiki surat pengunduran diri itu dan mengirimnya ke Kemensetneg pada Sabtu (23/12/2023). "Selanjutnya saya melakukan perbaikan atas surat saya dan saya menyatakan bahwa saya menyatakan mengundurkan diri  sebagai Pimpinan KPK (Ketua merangkap Anggota komisi pemberantasan korupsi)," ujar Firli.

Firli berharap proses pemberhentiannya sebagai pimpinan KPK (ketua merangkap anggota) dapat berjalan lancar lewat surat pengunduran diri kedua. Firli mengklaim pengunduran dirinya sudah sesuai aturan hukum yang berlaku. 

"Karena pengunduran diri saya telah saya  sesuaikan dengan ketentuan Pasal 32 UU 30/2002 terkait syarat pemberhentian pimpinan KPK," ujar Firli.

Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana membenarkan, Firli Bahuri telah merevisi dan menyerahkan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai Ketua KPK. Sebelumnya surat pengajuan pengunduran dirinya tidak bisa diproses pihak Istana karena ada diksi yang tak memenuhi persyaratan.

"Pada hari Sabtu sore, tanggal 23 Desember 2023, Kemensetneg telah menerima surat dari Bapak Firli Bahuri kepada Presiden, tertanggal 22 Desember 2023, yang menyampaikan permohonan pengunduran diri yang bersangkutan sebagai Ketua dan Pimpinan KPK," kata Ari, dikutip pada Selasa (26/12/2023).

Menurut Ari, saat ini surat tersebut kembali diproses sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. "Surat tersebut tengah diproses mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.

In Picture: Firli Bahuri Mengundurkan Diri Sebagai Ketua KPK

 
 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler