Benarkah Jilbab Jadi Penghalang Tumbuhnya Ekonomi Pariwisata di Bali?
Jilbab bukan penghalang kemajuan pariwisata.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mentakan, tidak ada korelasi atau hubungan apapun antara penggunaan pakaian tertentu (jilbab, misalnya) terhadap aktivitas pariwisata.
“Saya melihat bahwa tidak ada keterkaitan antara penggunaan pakaian tertentu terhadap aktivitas pariwisata. Menurut saya ini terlalu jauh untuk melihat kedua hal tersebut,” kata Andry saat dihubungi Republika, Selasa (2/1/2024).
Sebagaimana diketahui, Senator Bali Arya Wedakarna menjadi sorotan setelah viral potongan video dirinya yang menyinggung soal jilbab yang dikenakan Muslimah. Video tersebut menjadi kontroversial dan menuai kecaman dari warganet.
Dalam video itu, Arya mengatakan tidak ingin ada wanita di bagian frontline yang menggunakan penutup kepala. Dia ingin wanita yang ada di garis depan itu terbuka rambutnya, karena Bali bukanlah Timur Tengah.
Dalam video itu, Arya mengatakan, “Saya nggak mau yang frontline, frontline itu, saya mau yang gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup, penutup nggak jelas, this is not Middle East. Enak aja Bali, pakai bunga kek, pakai apa kek,” kata Arya dikutip Republika.
Menurut Andry, selama tidak ada penyalahgunaan terhadap aspek-aspek hospitality dalam industri pariwisata, maka tidak ada masalah di sana. Misalnya keramahtamahan terkait pelayanannya yang tetap dijaga, dia menilai hal itu tidak ada korelasinya terhadap pakaian, selama pakaiannya itu rapi dan bersih.
Andry juga memberikan perbandingan antara pariwisata Indonesia dengan pariwisata di negara-negara Timur Tengah. Yang mana negara-negara Timur Tengah itu dalam hal ini tetap menggunakan pakaian dan budaya mereka namun tetap mendapatkan animo yang cukup besar dari wisatawannya.
“Dan tentu kita harus berkaca kepada negara-negara Timur Tengah. Kita tahu misalnya negara-negara seperti di Uni Emirat Arab itu kan itu menurut saya masih ada praktik-praktik penggunaaan pakaian dan budaya Timur Tengah. Dan jika dibandingkan dengan Indonesia ya, pariwisata mereka cukup maju,” kata Andry.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai rata-rata pengeluaran per kapita sebulan di semua provinsi di Indonesia pada Maret 2023 mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan Maret 2022. Kenaikan tertinggi berada di Bali sebesar 20,72 persen (yoy).
Menurut BPS, tingginya kenaikan rata-rata pengeluaran per orang sebulan di Bali lantaran membaiknya kondisi pariwisata di provinsi tersebut yang sebelumnya sangat terdampak oleh pandemi Covid-19.
Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, terjadi kenaikan signifikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dari 14.620 wisatawan pada Maret 2022 menjadi 370.832 wisatawan pada Maret 2023. Kenaikan tersebut hampir 25 kali lipat dalam rentang satu tahun terakhir.