Bagaimana Peraturan Keselamatan Menyelamatkan Nyawa dalam Kecelakaan Pesawat di Tokyo?

JAL memiliki budaya yang sangat ketat seputar prosedur operasi standar evakuasi.

Kyodo News
Petugas melakukan pemadaman api pesawat Japan Airlines yang terbakar di landasan pacu bandara Haneda, Tokyo, Jepang, Selasa (2/1/2024). Pesawat penumpang Japan Airlines bertabrakan dengan pesawat penjaga pantai Jepang dan terbakar di landasan Bandara Haneda Tokyo. Seluruh penumpang dan awak pesawat Japan Airlines yang berjumlah 379 orang berhasil keluar dan menyelamatkan diri ketika api mulai melahap pesawat tersebut.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani  Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seluruh penumpang dan awak pesawat Airbus A350 Japan Airlines (JAL) 516 yang berjumlah 379 orang selamat dari kecelakaan di Bandara Haneda, Tokyo, Jepang. Pesawat tersebut bertabrakan dengan pesawat Japan Coast Guard Dash pada Selasa (2/1/2024). 

Baca Juga


Namun tragisnya, lima dari enam awak pesawat Japan Coast Guard Dash dinyatakan meninggal. Dilansir CNN Travel, Rabu (3/1/2024), meskipun penyelidikan mengenai apa yang terjadi dalam insiden tersebut, yang mengakibatkan pesawat JAL meletus dan menimbulkan api, masih berlangsung, para ahli mengatakan keberhasilan evakuasi bergantung pada kombinasi standar keselamatan modern dan budaya keselamatan JAL yang ketat. 

Graham Braithwaite, profesor investigasi keselamatan dan kecelakaan di Cranfield University, Inggris Raya (UK) mengungkapkan dari apa yang dia lihat di rekaman, dia terkejut dan lega karena semua orang keluar. 

“Ini adalah dampak yang sangat parah yang harus ditanggung oleh pesawat mana pun. Namun mengetahui apa yang saya ketahui tentang maskapai tersebut, dan seberapa besar upaya yang mereka lakukan dalam hal keselamatan dan pelatihan awak, fakta bahwa mereka melakukan pekerjaan dengan baik bukanlah hal yang mengejutkan,” ujar Braithwaite. 

Sebelumnya, pada 12 Agustus 1985, penerbangan JAL 123 dari Tokyo ke Osaka jatuh, menewaskan 520 dari 524 penumpang, setelah kesalahan perbaikan pada bagian ekor oleh teknisi Boeing, bukan teknisi maskapai penerbangan. Kecelakaan dahsyat yang terjadi hampir 40 tahun lalu itulah yang membantu mengubah JAL menjadi maskapai yang aman, kata Braithwaite. 

Menurut Braithwaite, jelas dampaknya sangat besar terhadap maskapai penerbangan. “Dalam budaya seperti Jepang, mereka mengambil tanggung jawab itu sebagai sebuah kelompok dan ingin memastikan hal seperti itu terjadi lagi,” ujar Braithwaite. “Jadi ketika ada yang tidak beres, mereka melihatnya dari segi bagaimana mereka bisa belajar. Semua adalah peluang untuk berkembang.”

Pada tahun 2005, menyadari banyak karyawan yang bergabung dengan perusahaan tanpa mengingat kecelakaan 20 tahun sebelumnya, JAL membuka ruang di kantor pusat perusahaan mereka untuk memajang bagian-bagian dari reruntuhan, serta cerita dari awak dan penumpang. 

Braithwaite menuturkan hampir empat dekade kemudian kehancuran tersebut masih berdampak besar pada mentalitas perusahaan. “Mereka memiliki budaya yang sangat ketat seputar prosedur operasi standar dan melakukan segala sesuatunya dengan benar. Itulah salah satu alasan dalam kasus ini menurut saya para kru tampil dengan sangat baik,” katanya.

Meskipun tidak jelas siapa yang harus disalahkan atas kecelakaan Selasa (2/1/2024) itu, Braithwaite mengatakan keberhasilan evakuasi “benar-benar” berdampak positif bagi JAL. 

Lanjut ke halaman berikutnya....

 

 

 

 

Reaksi cepat kru menyelamatkan ratusan nyawa

Tentu saja masih terlalu dini untuk mengetahui apa yang terjadi di Tokyo dan bagaimana kedua pesawat tersebut bisa berada di landasan pacu pada saat yang bersamaan. Namun pesan dari industri penerbangan tetap sama, yakni tampaknya reaksi-reaksi cepat para krulah yang menyelamatkan ratusan nyawa. Dalam beberapa detik setelah pesawat terhenti, saluran keluar pesawat sudah dipompa dan penumpang di dalamnya segera diantar keluar, bahkan ketika kabin dipenuhi asap. 

Seorang pilot sebuah maskapai penerbangan besar Eropa yang tidak mau disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang berbicara mewakili maskapai penerbangan mereka, mengatakan dia sangat terkesan dengan pilot, awak, dan penumpang atas apa yang tampaknya merupakan evakuasi yang dilakukan dalam kondisi paling ekstrem. 

Kita berada pada titik yang baik dalam bidang penerbangan, mereka menambahkan: “Sifat kuat dari pesawat modern dan pelatihan pilot untuk menangani situasi-situasi abnormal telah berkembang selama beberapa dekade ke titik di mana kita mempunyai periode paling aman dalam penerbangan sejak permulaannya.”

“Prosedur-prosedurnya sudah disempurnakan karena ukuran pesawat semakin besar, sehingga seluruh penumpang bisa dievakuasi dalam waktu 90 detik. Para pramugari di beberapa maskapai penerbangan sekarang juga dapat memulai evakuasi jika bencana tersebut jelas-jelas merupakan bencana, menghemat detik-detik penting dengan tidak menunggu kapten untuk memulainya.” 

Aturan-aturan keselamatan 

Pilot tersebut mengatakan kecelakaan menjadi pelajaran, yang dibagikan ke seluruh industri sehingga semua kru bisa lebih baik dalam pekerjaannya. Kecelakaan tersebut adalah kecelakaan Aeroflot tahun 2019, penerbangan Saudia 163 tahun 1980, dan bencana British Airtours tahun 1985 di Bandara Manchester. 

Braithwaite menyebutkan banyak rekomendasi datang dari bencana British Airtours yang memengaruhi banyak fitur pada pesawat modern. Seperti ada cukup ruang di sekitar pintu keluar, lampu di sepanjang lantai, awak kabin menilai apakah orang yang duduk di pintu keluar sayap mampu membukanya, tanda keluar yang lebih jelas, dan bahan tempat kabin. Semua hal tersebut berkontribusi pada keberhasilan evakuasi. 

Ketua PilotsTogether Steven Erhlich setuju. PilotsTogether adalah sebuah badan amal yang didirikan di masa pandemi untuk mendukung kru. Menurut Erhlich, masih terlalu dini untuk mengomentari secara spesifik insiden tersebut, tapi jelas adalah para kru tampil dengan cara yang patut dicontoh. 

“Pelatihan keselamatan yang dilakukan maskapai penerbangan, dalam hal ini JAL, yang dilakukan secara terus menerus kepada awaknya membuahkan hasil sehingga memungkinkan evakuasi dalam waktu 90 detik. Kesimpulan dari sudut pandang saya adalah bahwa para penumpang perlu memperhatikan pengarahan keselamatan dan mengingat bahwa para kru bukanlah staf layanan makanan yang dimuliakan, namun merupakan para profesional keselamatan yang terlatih,” ujar Erhlich. 

Selain itu, Erlich mengutip fakta bahwa para penumpang JAL 516 dievakuasi tanpa membawa seluruh tas jinjing mereka. Dia mengatakan penundaan evakuasi apa pun bisa menjadi bencana besar, semua demi membawa laptop atau tas jinjing. 

“Insiden ini bisa menjadi lebih buruk jika penumpang tidak mengindahkan peringatan untuk meninggalkan barang bawaan mereka,” katanya. 

Lanjut ke halaman berikutnya....

 

 

Braithwaite mengatakan inilah saatnya kita semua mulai berkonsentrasi. “Saya duduk di samping seseorang di pesawat beberapa pekan lalu yang tidak mendengarkan ketika pengarahan keselamatan diberikan karena dia yakin jika ada yang tidak beres, itulah masalahnya,” ujarnya. 

Dia menuturkan saat ini, hampir 400 orang di Jepang membuktikan bahwa hal tersebut tidak benar. “Ini merupakan bukti seberapa banyak yang telah kami lakukan untuk menunjukkan bahwa kecelakaan bisa diselamatkan,” kata Braithwaite. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler