Disleksia Bukan Kekurangan, Tapi Keistimewaan

Anak yang berbeda bukan anak yang memiliki kekurangan, namun memiliki keistimewaan.

retizen /Nayla Autar07
.
Rep: Nayla Autar07 Red: Retizen

“Setiap anak mempunyai keistimewaan masing-masing,


potensinya masing-masing, kesukaannya masing-masing”

–Ram Shankar Nikumbh-

Ishaan seorang anak penderita disleksia dikisahkan dalam film Taare Zameen Par yang rilis pada 2007 silam. Ia sangat membenci sekolah dan kerap kali bolos melakukan hal yang ia sukai, seperti menaiki angkutan umum dan berkeliling kota, membeli ice cream, atau hanya sekedar mengamati ikan kecil di got jalanan. Ia dikucilkan teman-teman di sekolahnya, bahkan guru pun juga kewalahan dalam menghadapinya karena ia tak mampu mengikuti proses pembelajaran seperti yang lainnya. Demikian pun orang tuanya sang ayah menuntut Ishaan untuk menjadi seorang anak yang pintar seperti kakaknya yang selalu jadi kebanggaan karena pandai di bidang akademik. Akibat dari nilai akademiknya yang tak kunjung membaik Ishaan dikirim ke sekolah asrama yang jauh dari tempat tinggalnya.

Berpikir bahwa memindahkan sekolah ialah hal terbaik karena sang anak dirasa harus mendapatkan pendidikan khusus sebenarnya tidak sepenuhnya benar dengan diagnosis penanganan disleksia. Disleksia merupakan ketidakmampuan dalam proses pembelajaran yang ditandai oleh kesulitan dalam membaca, menulis, atau mengeja. Individu yang mengalami disleksia akan menghadapi kesulitan dalam mengenali kata-kata yang diucapkan dan mengubahnya menjadi huruf atau kalimat. Gangguan ini termasuk dalam kategori gangguan saraf pada bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses bahasa. Meskipun disleksia menyebabkan hambatan dalam proses belajar, penting untuk dicatat bahwa penyakit ini tidak berdampak pada tingkat kecerdasan penderitanya.

Pendapat para ahli terkait pengertian dari disleksia Lyon (dalam Hanifa, Mulyadiprana, dan Respati, 2020: 24), disleksia merupakan suatu kesulitan dalam memecahkan simbol atau kode, termasuk proses pengucapan (fonologi). Dari pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya anak dengan penderita disleksia tidak harus mendapatkan pendidikan khusus atau sekolah khusus seperti SLB dan lainnya, karena mereka memiliki kecerdasan yang sama dengan anak pada umumnya hanya saja butuh waktu yang lebih lama untuk memahami pembelajaran.

Mengutip dari Kompas.co bahwa “Selama ini orang sering salah presepsi. Anak disleksia itu anak yang normal, yang membedakan hanya cara belajarnya. Menurut Vitri, SLB hanya untuk berkebutuhan khusus seperti tuna grahita atau tuna runggu” tutur Vitriani Sumarlis, Wakil Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia, di sela acara Dyslexia Awarness di Jakarta.

Berlanjut pada kisah Ishaan pada akhirnya di sekolah barunya ia dipertemukan dengan seorang guru laki-laki yang penuh kecerian dan dekat dengan murid. Sang guru mulai tertarik dan mencari tau tentang Ishaan yang sering terlihat murung. Akhirnya guru ini mengerti bahwa Ishaan ternyata menderita disleksia dan ia membantu Ishaan dalam belajar membaca dan menulis dengan penuh kesabaran dan beragam metode kreatif berbentuk kotak pasir, menyanyi, dan permainan lainnya. Nilai Ishaan pun membaik dan tidak ada lagi nilai merah yang ia dapatkan dalam buku raportnya. Bahkan Ishaan ternyata lihai dalam melukis, mengetahui hal ini sang guru berusaha mendukung Ishaan dengan semaksimalnya dengan mengadakan lomba melukis bagi seluruh siswa dan guru yang ada di sekolah. Akhir cerita Ishaan keluar sebagai juara dengan hasil lukisanya yang menakjubkan dan membuktikan kepada semua orang bahwa ia merupakan anak istimewa dengan bakat yang luar biasa. Cerita ini sebagai gambaran bahwa anak penderita disleksia hanya butuh waktu dan bimbingan intensif dari para guru untuk ia mampu menjadi anak yang berprestasi. Anak yang berbeda bukan anak yang memiliki kekurangan, namun memiliki keistimewaan.

sumber : https://retizen.id/posts/260520/disleksia-bukan-kekurangan-tapi-keistimewaan
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler