Dishub Surabaya Dorong Bayar Parkir Pakai QRIS, Ada Penolakan dari Jukir

Dishub Kota Surabaya mengatur pembagian hasil retribusi parkir dengan jukir.

Republika/Putra M. Akbar
(ILUSTRASI) Lokasi parkir kendaraan.
Rep: Dadang Kurnia Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya, Jawa Timur, berupaya mendorong pembayaran nontunai untuk retribusi parkir kendaraan di tepi jalan umum (TJU). Salah satunya memanfaatkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Baca Juga


Menurut Kepala UPTD Parkir TJU Dishub Kota Surabaya Jeane Mariane Taroreh, pembayaran secara nontunai ini didorong sebagai bagian dari upaya mencegah kebocoran retribusi parkir, yang dapat berdampak terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

“Parkir tepi jalan umum di data existing kami 1.370-an titik. Harapannya bisa dilaksanakan dengan digitalisasi, dengan QRIS,” kata Jeane, Selasa (9/1/2024).

Dishub sudah menyosialisasikan wacana penggunaan QRIS itu kepada Paguyuban Jukir Surabaya (PJS). Sosialisasi dilakukan di Jalan Tunjungan pada Senin (8/1/2024). Namun, menurut Jeane, penggunaan QRIS masih ditolak par jukir (juru parkir).

Masalah yang menjadi sorotan terkait bagi hasil retribusi parkir. Jeane menjelaskan, Dishub Surabaya menerapkan bagi hasil retribusi dengan perbandingan 60:40. Menurut dia, 60 persen dari hasil retribusi parkir masuk pendapatan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Adapun yang 40 persen dibagi dua, yaitu lima persen untuk kepala pelataran (katar) dan 35 persen untuk jukir. “Jadi, jukir sudah penambahan (menjadi) 15 persen,” ujar dia.

Namun, Jeane mengatakan, jukir merasa keberatan dengan jatah 35 persen. “Setelah naik dari 20 persen itu, (jukir) merasa kurang apabila menerima 35 persen. Misalnya, sehari dapat Rp 100 ribu, berarti dengan Rp 35 ribu dan tidak cukup untuk beli beras, itu jawaban mereka,” kata Jeane.

Selain sistem QRIS, menurut Jeane, disiapkan juga formula lain untuk mendorong pembayaran nontunai, yaitu menggunakan voucer atau sistem parkir berlangganan. Ia mengatakan, pihaknya telah menghitung potensi pendapatan parkir melalui kedua formula tersebut.

“Kami sudah hitung potensinya. Kami buat virtual account. Intinya, tidak ada (pembayaran) fisik. Untuk parkir berlangganan kami hitung kapasitasnya, turnover per hari berapa, dikali satu bulan. Nanti jadi parkir berlangganan dan itu pembayaran dengan virtual account,” ujar Jeane.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler