Big Data dan AI Diprediksi akan Berperan Krusial Atasi Persoalan Iklim

Monitoring kondisi iklim dipercaya akan dipermudah dengan algoritma AI.

Pixabay
Big data dan kecerdasan buatan (AI) dalam monitoring kondisi iklim dan cuaca sudah sangat masif.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chairman Asosiasi Big Data & Artificial Intelligence, Rudi Rusdiah, mengatakan bahwa pemanfaatan big data dan kecerdasan buatan (AI) dalam monitoring kondisi iklim dan cuaca sudah sangat masif. Ia bahkan memprediksi, ke depannya, AI akan memainkan peranan yang krusial dalam mengatasi persoalan-persoalan iklim.

Baca Juga


“Ke depan saya kira trennya itu, arahnya ke AI. Misalnya dalam hal monitoring, akan menggunakan algoritma-algoritma AI. Karena data source yang harus diproses itu kan sangat besar sekali, jadi analisisnya pun luar biasa rumit, sehingga perlu bantuan teknologi big data dan AI,” kata Rudi saat dihubungi Republika, Rabu (17/1/2024).

Menurut pengamatan Rudi, lembaga prakiraan cuaca dan iklim Indonesia yakni BMKG, sudah memanfaatkan AI dan big data dalam pemrosesan data untuk memprakirakan cuaca dan iklim yang aktual dengan akurasi tinggi. Menurutnya, tanpa AI dan big data, lembaga prakiraan cuaca pasti akan kesulitan menyajikan hasil prakiraan secara aktual.

“Prediksi itu kan data sains analitik, dan perubahan iklim juga itu sangat kompleks sekali, perhitungannya luar biasa sampai harus menggunakan super computer. Makanya big data dan AI peranannya sangat penting. Dulu analitiknya pakai algoritma biasa, sekarang sudah pakai algoritma AI, jadi lebih cepat proses perhitungannya,” kata Rudi.

Meskipun demikian, Rudi menilai, hingga saat ini teknologi AI dan big data yang digunakan Indonesia masih belum optimal dan cukup tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Ia mengatakan bahwa teknologi akan terus berkembang dan semakin canggih, di mana tentunya, teknologi tersebut tidak akan murah. Karena itulah menurut dia, penting bagi Indonesia untuk melakukan kolaborasi dengan lembaga prakiraan cuaca dan iklim global, untuk bisa mengejar ketertinggalan tersebut.

“Saya kira kolaborasi dengan berbagai institusi cuaca dan iklim kelas dunia sangat penting. Jadi meskipun kita belum memiliki teknologi yang canggih, tapi kita bisa kerjasama untuk melakukan riset misalnya. Karena kalau kita harus pakai komputer super seperti quantum computing, itu toolsnya pasti sangat mahal. Jadi cara terbaik ya kolaborasi,” jelas Rudi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler