Netanyahu Tolak Usulan Perundingan Agar Hamas Bebaskan Sandera

Netanyahu disebut mempersulit upaya mencapai kesepakatan bagi pembebasan sandera.

EPA-EFE/RONEN ZVULUN
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak usulan pemerintah Israel agar memulai perundingan baru dengan kelompok Palestina Hamas untuk membebaskan warga.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak usulan pemerintah Israel agar memulai perundingan baru dengan kelompok Palestina Hamas untuk membebaskan warga Israel yang ditahan di Jalur Gaza, menurut media setempat. Media Channel 13 Israel melaporkan bahwa seorang menteri Israel yang tidak disebutkan namanya menguraikan kerangka umum kesepakatan yang dibahas dalam beberapa hari terakhir bertujuan untuk menjamin pembebasan tawanan Israel yang ditahan oleh Hamas.

Baca Juga


Perundingan tersebut diperkirakan akan dilanjutkan melalui mediator yang tidak disebutkan namanya, namun Netanyahu dilaporkan menolak langkah tersebut. Keputusan untuk menolak usulan tersebut, seperti yang dilaporkan saluran berita itu, dilakukan tanpa berkoordinasi dengan menteri kabinet perang Benny Gantz dan Gadi Eisenkot.

Channel 13 juga melaporkan pernyataan dari pejabat politik yang tidak disebutkan namanya yang mengklaim bahwa Netanyahu mempersulit upaya mencapai kesepakatan bagi pembebasan para sandera.

Sementara itu mengenai perundingan, kantor Netanyahu mengatakan syarat yang diminta Hamas yaitu mengakhiri perang yang ditolak mentah-mentah oleh perdana menteri.

Israel mengklaim bahwa Hamas menyandera 136 warga Israel di Gaza sejak 7 Oktober, sementara Hamas menuntut gencatan senjata di Gaza dan pembebasan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel sebagai imbalan atas pembebasan warga Israel yang disandera.

Tentara Israel telah melakukan perang dahsyat di Gaza sejak 7 Oktober, yang menewaskan 24.448 jiwa dan membuat 61.504 jiwa luka-luka.

Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari 85 persen populasi di Jalur Gaza atau sekitar 1,9 juta penduduk terpaksa mengungsi, menurut otoritas Palestina dan PBB.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler