Inggris Tegaskan Dukung Pembentukan Negara Palestina
Akan ada jalan panjang menuju pemulihan dan keamanan di wilayah Palestina.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menolak penerapan solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik dengan Palestina. Sunak menegaskan bahwa Inggris tetap mendukung pembentukan negara Palestina.
“Sangat mengecewakan mendengar hal ini dari perdana menteri Israel,” kata seorang juru bicara (jubir) Rishi Sunak mengomentari pernyataan Netanyahu, Senin (22/1/2024). “Posisi Inggris tetap solusi dua negara, dengan negara Palestina yang hidup dan berdaulat berdampingan dengan Israel yang aman dan terjamin, adalah jalan terbaik menuju perdamaian abadi,” tambah jubir tersebut.
Dia mengatakan, jelas akan ada jalan panjang menuju pemulihan dan keamanan di wilayah Palestina serta Israel jika perang di Jalur Gaza sudah berakhir. “Tapi kami akan terus melanjutkan dukungan jangka panjang kami terhadap solusi dua negara selama diperlukan,” ujarnya.
Pada Senin (22/1/2024), kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, juga mengkritik keras Netanyahu yang menolak penerapan solusi dua negara guna menyelesaikan konflik dengan Palestina. “Perdamaian dan stabilitas tidak dapat dibangun hanya dengan cara militer,” kata Borrell menyinggung Israel, dikutip laman Al Arabiya.
“Solusi apa lagi yang ada dalam pikiran mereka (Israel-red)? Untuk membuat semua warga Palestina pergi? Untuk membunuh mereka?” kata Borrell. Borrell menegaskan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian langgeng di kawasan Timur Tengah adalah dengan menerapkan solusi dua negara Israel-Palestina yang “dipaksakan dari luar”. “Yang ingin kami lakukan adalah membangun solusi dua negara. Jadi mari kita membicarakannya,” ucapnya.
Dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional pada Kamis (18/1/2024) pekan lalu, Netanyahu secara terbuka menolak solusi dua negara. “Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kontrol keamanan atas seluruh wilayah, di sebelah barat Sungai Yordan. Ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan untuk Palestina. Apa yang bisa Anda lakukan?” ucap Netanyahu.
“Perdana menteri harus mampu untuk mengatakan tidak kepada teman-teman kita,” kata Netanyahu seraya menambahkan bahwa dia sudah menyampaikan penolakannya terkait solusi dua negara kepada para pejabat Amerika Serikat (AS). Setelah Netanyahu menyampaikan pernyataannya, AS selaku sekutu utama Israel, segera merespons dan memberikan penentangan.
“Tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka panjang mereka (Israel) untuk memberikan keamanan abadi, serta tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka pendek dalam membangun kembali Gaza dan membangun pemerintahan di Gaza serta memberikan keamanan bagi Gaza tanpa pembentukan negara Palestina,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller dalam pengarahan pers, Kamis pekan lalu.
Lewat pernyataan Miller, tampak bahwa AS dan Israel sudah berseberangan pandangan tentang nasib Palestina pasca berakhirnya perang di Gaza. Sejak konflik di Gaza pecah pada Oktober tahun lalu, AS diketahui kerap membela posisi Israel. Washington bahkan mendukung agresi Israel ke Gaza dengan menyebutnya sebagai “hak membela diri”.
Saat ini perang Israel-Hamas masih berlangsung di Gaza. Lebih dari 25 ribu warga Gaza sudah terbunuh sejak Israel meluncurkan agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar dari korban meninggal adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 62 ribu orang.
Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur.