Masuk Surga dengan Dzikir Laa Ilaha Illallah, Ini 7 Syaratnya
Kalimat Laa Ilaha Illallah merupakan kunci seorang hamba masuk surga.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Telah disebutkan sebelumnya kalimat tauhid Laa Ilaha Illallah memiliki keutamaan-keutamaan yang besar dan pahala-pahala yang mulia, baik ketika di dunia maupun di akhirat. Di antara keutamaan itu, kalimat Laa Ilaha Illallah merupakan kunci seorang hamba masuk surga.
Disebutkan Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al Badr dalam buku Fiqih Doa dan Dzikir Jilid 1, Hasan Al Bashri mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang mengatakan, ‘Barang siapa mengucapkan Laa Ilaha Illallah niscaya masuk surga’” maka beliau berkata, “Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illallah lalu menunaikan haknya serta kewajibannya niscaya masuk surga.”
Pernyataan Hasan Al Bahri ini menegaskan seperti halnya perintah sholat, Allah akan menerima sholat seseorang apabila telah terpenuhinya syarat dan rukunnya. Begitu juga ibadah haji, tidak akan diterima kecuali dipenuhinya syarat-syarat haji.
Al-Hasan berkata kepada Al-Farazdaq ketika ia sedang menguburkan istrinya, "Apa yang engkau siapkan untuk hari ini?" Dia berkata, "Persaksian laa ilaaha illallah (tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah) sejak tujuh puluh tahun." Al-Hasan berkata, "Sebaik-baik persiapan, akan tetapi 'laa ilaaha illallah' memiliki syarat-syarat, maka hati-hatilah engkau dari perbuatan menuduh berzina perempuan-perempuan yang baik-baik."
Ketika Wahb bin Munabbih ditanya oleh seseorang, 'Bukankah kunci surga adalah laa ilaaha illallah?' maka beliau berkata, "Benar, akan tetapi tidaklah satu kunci melainkan memiliki gigi-gigi. Apabila engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi-gigi niscaya dibukakan untukmu, bila tidak maka tidak dibukakan." Maksud beliau dengan gigi-gigi adalah syarat-syarat laa ilaaha illallah.
Kemudian, berdasarkan penelitian...
Kemudian, berdasarkan penelitian para ahli ilmu terhadap nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah, maka menjadi jelas bahwa laa ilaaha illallah tidaklah diterima kecuali dengan memenuhi tujuh syarat, yaitu sebagai berikut.
1. Ilmu tentang maknanya baik penafian maupun penetapan yang meniadakan kebodohan
Artinya, hendaklah orang yang mengucapkannya mengetahui bahwa kalimat ini menafikan semua jenis peribadatan dari segala sesuatu selain Allah swt, lalu menetapkan hal itu untuk Allah semata. Allah berfirman, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan,”
Disebutkan dalam sahih Muslim, dari hadits Utsman bin Affan, Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa meninggal dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada sembahan yang Haq kecuali Allah, niscaya dia masuk surga.” Melalui hadits ini Rasulullah mempersyaratkan ilmu atas ucapan tersebut.
2. Keyakinan yang menafikan kebimbangan dan keraguan
Yakni, hendaknya orang mengucapkannya yakin tentangnya dengan keyakinan yang kuat, tak ada kebimbangan dan keraguan padanya. Yakin adalah kecukupan ilmu dan kesempurnaannya. Allah
Swt berfirman tentang sifat orang-orang Mukmin:
"Hanya saja orang-orang Mukmin adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta benda dan diri-diri mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (QS Al-Hujurat: 15).
3. Keikhlasan yang menafikan syirik dan riya
Hal ini direalisasikan dengan memurnikan amal dan membersihkan amalan dari semua kotoran yang nampak maupun tersembunyi. Ini terjadi dengan mengikhlaskan niat dalam semua ibadah kepada Allah semata. Allah berfirman, “Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya,” (QS Al Bayyinah ayat 5)
Kejujuran yang menafikan kedustaan...
4. Kejujuran yang menafikan kedustaan
Yaitu, hendaklah seorang hamba mengucapkan kalimat ini dengan jujur dari hatinya. Adapun 'shidig' (jujur) adalah terjadi kesesuaian antara hati dan lisan. Oleh karena itu, Allah swt mensifati mereka sebagai pendusta karena apa yang diucapkan lisan mereka tidak ada dalam hati mereka. Allah di berfirman: "Alif laam miim. Apakah manusia menyangka mereka dibiarkan mengucapkan 'kami beriman' dan mereka tidak diuji. Sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang jujur, dan mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-Ankabut: 1-3)
5. Kecintaan yang menafikan kebencian dan keterpaksaan
Yaitu, hendaknya orang mengucapkannya mencintai Allah dan Rasul-Nya serta agama Islam maupun kaum Muslimin yang menegakkan perintah-perintah Allah serta berhenti pada batasan-batasannya. Membenci orang yang menyelisihi 'laa ilaaha illallah' serta melakukan perkara-perkara yang membatalkannya berupa syrik dan kufur. Di antara perkara Menunjukkan persyaratan kecintaan dalam iman adalah firman Allah swt:
"Di antara manusia ada yang mengambil selain Allah sekutu-sekutu, mereka mencintainya seperti mencintai Allah, dan orang-orang beriman lebih besar kecintaannya kepada Allah." (Al-Baqarah: 165)
6. Ketundukan yang menafikan sikap meninggalkan
Syarat keenam, penerimaan yang menafikan penolakan. Jadi, sudah menjadi keharusan untuk menerima kalimat ini dengan penerimaan sebenar-benarnya di hati dan lisan. Allah telah mengisahkan kepada kita dalam Alquran tentang berita-berita orang-orang terdahulu yang telah diselamatkan karena menerima 'laa ilaaha illallah.' Begitu pula siksaan dan kebinasaan bagi yang menolaknya dan tidak menerimanya. Allah swt berfirman:
"Kemudian kami selamatkan Rasul-Rasul kami dan orang-orang beriman. Demikianlah, menjadi kepatutan bagi kami menyelamatkan orang-orang beriman.”(QS Yunus: 103).
7. Penerimaan yang menafikan penolakan
Syarat ketujuh, ketundukan yang menafikan sikap meninggalkan, artinya, sudah seharusnya bagi muslim yang mengucapkan laa ilaaha illallah, patuh kepada syariat Allah, tunduk kepada hukum-Nya, dan menyerahkan wajahnya hanya menghadap dan bersujud kepada Allah, karena dengan demikian dia dianggap berpegang kepada 'laa ilaaha illallah.' Oleh karena itu Allah swt berfirman:
"Barang siapa menyerahkan wajahnya kepada Allah dan dia berbuat baik, maka sungguh dia telah berpegang kepada tali yang kukuh.” (QS Luqman: 22)