KFC Hingga Pizza Hut Mulai PHK Karyawan karena Dampak Boikot Israel
Saham operatornya di Timur Tengah anjlok 27 persen dalam 3 bulan terakhir.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Brand-brand ternama dari Amerika Serikat ataupun negara Barat lainnya ternyata terdampak luar biasa karena boikot produk pro Israel. Meski sebelumnya diremehkan, kampanye boikot tetap marak di seluruh dunia yang menyasar perusahaan-perusahaan yang dianggap mendukung agresi militer Israel di Gaza.
Dilansir dari berbagai sumber, Selasa (30/1/2024), banyak merek terkenal mengalami penurunan pelanggan hingga keuntungan akibat gerakan boikot tersebut hingga berdampak pada bisnis. Hal ini mencerminkan sentimen yang lebih luas di negara-negara mayoritas Muslim di wilayah tersebut.
Sejak agresi militer Israel meningkat setelah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober, dan hingga kini telah mengakibatkan korban tewas lebih dari 30 ribu warga Palestina di daerah kantong tersebut, telah memicu gerakan boikot anti-Israel di Timur Tengah.
Americana Restaurants International yang merupakan operator waralaba ternama, seperti KFC, Pizza Hut, Krispy Kreme, dan Hardee's di Timur Tengah, merasakan dampak yang signifikan, dengan sahamnya anjlok sebesar 27 persen di bursa Saudi dalam tiga bulan terakhir. Para analis mengantisipasi penurunan besar laba perusahaan pada kuartal pertama akibat boikot tersebut.
Dalam laporan Bloomberg, Americana Restaurants International dilaporkan bahkan telah memangkas hampir 100 pekerja dalam restrukturisasi internal di tengah maraknya kampanye boikot. Menurut perwakilan perusahaan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan setelah adanya tinjauan struktur untuk 'menyelaraskan sumber daya dengan tujuan strategis dan aspirasi pertumbuhan perusahaan'.
"Americana mempekerjakan puluhan ribu staf di seluruh Timur Tengah, namun sebagian besar PHK terjadi di kantor pusatnya di Dubai," kata perwakilan tersebut.
Laporan JPMorgan Chase & Co. pekan lalu menyebut merek-merek ternama seperti KFC, Pizza Hut, dan Hardee’s telah terkena dampak Boikot dalam beberapa bulan terakhir. Mesir, negara dengan populasi terbesar di kawasan Timur Tengah, merupakan negara yang paling terkena dampaknya, menurut laporan tersebut.
Distributor Coca-Cola Turki juga mengalami penurunan volume penjualan sebesar 22 persen pada kuartal keempat tahun 2023 dibandingkan tiga bulan sebelumnya, setelah parlemen Turki bergabung dalam gerakan boikot pada November 2023. Keputusan untuk menghapus Coca-Cola dari kafetaria parlemen dinilai berkontribusi terhadap penurunan penjualan.
Hal serupa juga dirasakan McDonald, raksasa makanan cepat saji global, telah melaporkan dampak bisnis dari boikot tersebut sebagaimana disampaikan CEO Chris Kempczinski. Meskipun jumlah pasti kerugiannya tidak diungkapkan, perusahaan tersebut menghadapi reaksi keras di Timur Tengah sejak pertengahan Oktober ketika pemegang waralaba di Israel secara terbuka mengumumkan pemberian makanan gratis kepada tentara Israel.
Perusahaan-perusahaan Barat lainnya, termasuk Starbucks, IBM, dan Nestle, juga mengalami boikot di tengah meningkatnya sentimen terhadap dugaan dukungan terhadap Israel. Kondisi ini memberi peluang bagi merek-merek lokal untuk bersaing dengan merek terkenal tersebut. Hal ini karena banyak masyarakat yang menghindari merek besar asing.
Sementara itu di Indonesia,...
Sementara itu di Indonesia, Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menyebut aksi boikot produk Israel di dalam negeri sudah mulai kendor. Kondisi pemangkasan pegawai brand besar di Timur Tengah sebagai imbas dari boikot produk Israel tidak sama dengan yang terjadi di Indonesia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Akumindo Edy Misero mengatakan, seruan boikot produk pro Israel di Indonesia justru mengalami penurunan.
"Kita petakan dulu, memang kondisi di timur tengah berbeda dengan Indonesia. Kita sedang dalam suasana pesta demokrasi sehingga gema terhadap boikot produk Israel dan teman-temannya malah tenggelam," ujar Edy saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Edy sejak awal menyampaikan, seruan boikot terhadap produk pro Israel harus dilakukan secara bersama. Hal ini bertujuan agar dampak terhadap penggunaan produk lokal, atau UMKM bisa menjadi jauh lebih besar.
"Kita sempat kencang dengan boikot produk Israel, tapi waktu itu saya katakan, kita menunggu kebersamaan, mari kita semua, apalagi kalau ajakan bersama itu didorong oleh pemerintah," ucap Edy.
Edy menyebut, aksi boikot produk pro Israel tentu akan mendorong penjualan produk UMKM. Menurut Edy, hal ini merupakan momentum yang positif dalam membantu dan meningkatkan penggunaan produk UMKM.
"Kalau produk Israel dan teman-temannya dilarang, peluang produk UMKM jadi lebih banyak. Itu kalau (boikot) itu menggema dan disepakati bersama," sambung Edy.
Namun, lanjut Edy, gelombang boikot tersebut tampak surut menyusul kontestasi politik. Padahal, ucap Edy, para kandidat dapat memanfaatkan isu ini sebagai poin penting menunjukkan keberpihakan terhadap produk UMKM.
"Saat ini kan isunya setiap hari bicara nomor 01, 02, 03. Tentu (boikot saat ini) tidak punya dampak signifikan dibandingkan kondisi saat sebelum pemilu," kata Edy.