Sultan Johor Dilantik Jadi Raja Baru Malaysia, Monarki Diperkirakan Bakal Lebih Tegas
Sultan Ibrahim ibni Sultan Iskandar dilantik sebagai raja ke-17 Malaysia
REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Sultan Ibrahim ibni Sultan Iskandar (65 tahun) telah resmi menjadi raja baru Malaysia, Rabu (31/1/2024). Dia menggantikan Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah yang masa jabatan lima tahunnya berakhir pada Selasa (30/1/2024).
Sultan Ibrahim dilantik sebagai raja ke-17 Malaysia di Istana Negara, kediaman resmi raja yang berada di Kuala Lumpur. Ibrahim, yang sebelumnya menjabat sebagai sultan di Negara Bagian Johor, dipilih sebagai raja oleh keluarga Kerajaan Malaysia pada Oktober tahun lalu.
Keluarga Kerajaan Malaysia memiliki sembilan sultan yang mengambil posisi raja secara bergiliran dalam rentang lima tahun. Sistem itu disepakati pada 1957, yakni ketika Malaysia memperoleh kemerdekaan dari pemerintahan Inggris.
Ketika dilantik sebagai raja, Sultan Ibrahim mengenakan seragam hitam Pasukan Militer Johor. Di hadapan ratusan tamu yang hadir, termasuk Perdana Menteri Anwar Ibrahim, Sultan Ibrahim menandatangani surat pengangkatan, kemudian secara resmi diproklamirkan sebagai Yang di-Pertuan Agong atau Penguasa Tertinggi, untuk lima tahun ke depan.
Sementara itu, Sultan Nazrin Shah (67) dari Negara Bagian Perak, didaulat sebagai wakil raja mendampingi Sultan Ibrahim. Dilaporkan laman Channel News Asia, Sultan Ibrahim memulai perjalanannya dari Istana Bukit Tenang di Johor Bahru menuju Istana Negara di Kuala Lumpur sekitar pukul 07.45 waktu setempat.
Ribuan warga Johor berbaris di jalan saat iring-iringan mobilnya meninggalkan gerbang istana dan menempuh perjalanan sejauh 24 kilometer menuju Bandara Senai. Banyak yang mengibarkan bendera Negara Bagian Johor dan bersorak "Daulat Tuanku" atau "Hidup Raja" ketika rombongan kerajaan melewati jalan tersebut.
Salah satu warga yang turut mengiringi keberangkatan Sultan Ibrahim adalah Nur Fatin Athikah. Remaja berusia 23 tahun itu mengaku ingin menjadi bagian dari momen bersejarah bagi Johor dan Malaysia. Bersama sekitar seratus temannya yang tergabung dalam kelompok aktivis bernama Relawan Selatan, Nur telah berkumpul di luar gerbang istana Johor sejak pukul 07:00 pagi.
"Kami adalah bagian dari generasi muda yang belum pernah melihat Sultan Johor menjadi raja, jadi ini adalah momen bersejarah bagi kami," ucapnya.
Di Bandara Senai, Sultan Ibrahim disambut di hanggar kerajaan oleh Ketua Menteri Johor Onn Hafiz Ghazi dan Menteri Pertahanan Khaled Nordin. Sultan Ibrahim kemudian memeriksa pengawal kehormatan Angkatan Militer Johor.
Sultan Ibrahim tersenyum sambil melambai dan memberi hormat kepada kerumunan orang, yang terdiri dari ratusan politisi dan pegawai negeri yang berbasis di Johor. Dia kemudian menaiki jet pribadi dan meninggalkan negara bagian asalnya.
Setibanya di pangkalan Angkatan Udara Kerajaan Malaysia (RMAF) di Subang, Selangor, Sultan Ibrahim disambut oleh Pengawas Keuangan Istana Negara dan diperiksa pengawal kehormatan militer oleh Angkatan Udara Malaysia. Setelah itu, Sultan dikawal menuju Istana Negara.
Warga Malaysia juga memadati jalan di luar Istana Negara di Kuala Lumpur untuk melihat sekilas raja baru mereka. Salah satu warga yang turut menyaksikan kedatangan Sultan Ibrahim adalah Jawahar Ali Taib Khan.
"Kami yakin Tuanku (Raja) akan melakukan keajaiban bagi negara. Dia adalah orang yang sangat ketat. Kami berharap partai politik semakin harmonis dan perekonomian negara jauh lebih baik," kata pria berusia 59 tahun itu.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Muslim India (Perusim) Johor, Hussein Ibrahim, mengatakan bahwa selama 14 tahun pemerintahan Sultan Ibrahim sebagai penguasa Johor, Raja telah menekankan pentingnya keharmonisan antara berbagai ras. Ia mencatat belakangan ini, hubungan antara berbagai ras etnis di Malaysia sedang tegang, dilanggengkan oleh perbedaan politik yang terpolarisasi. Menurutnya, Sultan Johor akan menjadi orang yang tepat untuk menyatukan massa.
"Saat ini, kita dapat melihat hubungan antarras mulai retak, tetapi saya yakin Yang Mulia akan mengambil keputusan yang tepat untuk menyatukan seluruh rakyat Malaysia menjadi satu Bangsa Malaysia,” kata Hussein.
Analis politik sekaligus direktur perusahaan konsultan kebijakan publik BowerGroupAsia, Adib Zalkapli, mengatakan bahwa peran raja di Malaysia telah berkembang selama bertahun-tahun. Ia mencatat, sebelumnya raja memainkan peran simbolis sebagai kepala negara.
Namun, khususnya pada masa pemerintahan Sultan Abdullah selama lima tahun terakhir, raja berperan penting dalam menyelesaikan kebuntuan politik di Malaysia. Misalnya, Sultan Abdullah memainkan peran penting dalam menyelesaikan kebuntuan politik setelah pemilihan umum tahun 2022 lalu berakhir dengan parlemen yang menggantung.
Ketika itu Sultan Abdullah menunjuk Anwar Ibrahim sebagai perdana menteri untuk memimpin pemerintahan persatuan. Adib mencatat bahwa gaya Sultan Ibrahim yang blak-blakan dan kesediaannya untuk memberikan nasihat dalam urusan pemerintahan berarti bahwa penguasa akan semakin membentuk peran monarki.
"Sultan Ibrahim selalu memainkan peran penting dalam pemerintahan negara. Dan menurut saya dengan perluasan peran Yang Di Pertuan Agong yang kita lihat selama lima tahun terakhir, sangat cocok dengan karakter dan gaya pemerintahan Sultan Ibrahim," kata Adib.
"Jadi bukanlah sebuah kejutan besar bagi Malaysia secara umum jika melihat monarki yang lebih tegas di tahun-tahun mendatang," ujar Adib.